Theory

CRISIS COMMUNICATION

Praktisi Public Relations sangat menjadi sorotan ketika crisis terjadi dalam sebuah organisasi. Mereka akan diuji dalam melakukan crisis management yang merupakan suatu ancaman bagi citra dan reputasi organisasi. Crisis sangat dapat dicegah apabila organisasi melakukan identifikasi dan analisis didalam dan diluar organisasi secara proaktif. Crisis communication adalah sub-spesialisasi dari profesi Public Relations yang dirancang untuk melindungi dan mempertahankan reputasi individu, perusahaan, atau organisasi.

Datangnya sebuah crisis seringkali disebabkan oleh adanya isu yang diabaikan dan tidak dicermati. Crisis yang terjadi tidak pernah lepas dari hubungan dengan stakeholder, seperti pemerintah, karyawan, investor, konsumen. Ketika crisis hadir ditengah organisasi maka reputasi yang jadi taruhannya. Praktisi Public Relations paham sekali soal ini, maka dari itu divisi Public Relations menjadi divisi yang paling sibuk ketika crisis hadir. Mereka menyusun sejumlah perencanaan dengan matang demi mempertahankan reputasi yang telah dibangun sejak lama kepada publik.

Penyebaran informasi mengenai crisis organisasi hari ini dapat tersebar dengan cepatnya karena hadirnya media sosial. Media massa memiliki peran yang sangat strategi dalam pembentukan opini publik. Sehingga penyebaran berita negatif tentang crisis membentuk opini negatif terhadap organisasi. Kekuatan media hari ini yang perlu di waspadai ketika crisis terjadi pada sebuah organisasi karena akibatnya akan sangat fatal jika crisis tidak lagi dapat dibendung, reputasi akan menjadi pertaruhan yang sangat besar bagi sebuah organisasi.

Definisi crisis adalah hal yang buruk, tidak dapat diprediksi, luar biasa, yang dapat membawa pada kondisi yang lebih baik lagi atau lebih buruk. Besar atau kecil organisasi tidak menjadi jaminan bahwa akan terhindar dari crisis. Maka, praktisi Public Relations perlu membuat Crisis Management Plan (CMP). Manajemen crisis didefinisikan sebagai “rangkaian faktor yang dirancang untuk memerangi crisis dan untuk mengurangi kerusakan yang sebenarnya ditimbulkan.”

Hal penting yang harus menjadi perhatian khusus saat crisis melanda organisasi adalah  rusaknya citra dan reputasi organisasi. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengembalikan citra organisasi adalah dengan melakukan aktivitas komunikasi yang efektif. Aktivitas komunikasi yang dilakukan dalam hal ini bukan hanya yang bersifat reaktif ketika crisis terjadi namun juga proaktif dan antisipatif sebelum terjadinya crisis. Komunikasi proaktif adalah inisiatif dari organisasi untuk membina hubungan dengan publiknya, hal ini sangat efektif dilakukan melalui program-program kerja yang telah disusun oleh para praktisi Public Relations.

Berikut program kerja yang praktisi Public Relations dapat aplikasikan :

  • Media Relations: Merupakan bentuk strategi komunikasi praktisi Public Relations dalam menjaga hubungan dengan media. Menjalin dan mempertahankan hubungan baik dengan media amatlah penting bagi seorang Public Relations. Sebab media adalah sarana publikasi, dimana segala informasi tentang perusahaan disalurkan selain itu media juga merupakan sarana untuk membangun reputasi. Saat ini media merupakan acuan publik untuk bergerak dan bertindak, publik seolah digiring oleh media untuk berperilaku sesuai dengan isu yang ada. Kegiatan media relations terbagi menjadi dua bentuk. Pertama adalah tulisan seperti press release, tulisan yang ditujukan kepada editor, pemberitahuan megenai layanan publik dan komunikasi melalui media di internet. Kedua adalah dengan menggelar suatu kegiatan atau acara, contohnya media gathering atau media relations yang dibuat oleh praktisi Public Relations, press call yang dilakukan untuk menyampaikan informasi melalui telepon, media events seperti undangan bagi media untuk menjadi sponsor dalam suatu kegiatan, kemudian tentunya adalah konferensi pers dengan media. Dalam strategi ini kita perlu menjalin komunikasi yang baik kepada teman-teman media terutama mereka yang berasal dari media-media besar namun perlu disesuaikan oleh industri yang digeluti oleh organisasi anda, contohnya Kompas, Tempo, Warta Ekonomi, SWA.
  • Community Relations: Merupakan bentuk strategi komunikasi praktisi Public Relations dalam menjaga hubungan dengan organisasi, keluarga, local community dan individu. Kegiatan community relations ini meliputi CSR, open house, Public Service Advertisement, beasiswa. Local community atau komunitas lokal adalah sekelompok orang yang bermukim di sekitar aset perusahaan. Setiap aktivitas perusahaan dapat berdampak langsung dan tidak langsung terhadap pola kehidupan local community, begitu juga sebaliknya. Sehingga, suatu perusahaan dituntut tidak hanya menyediakan pekerjaan dan membayar pajak, tapi juga harus dapat menjadi “tetangga” yang baik dengan membina hubungan timbal balik dengan komunitas (community relations). Salah satu upaya yang dapat dilakukan perusahaan dalam aktivitas community relationsnya adalah dengan ikut serta dalam membangun masyarakat di kawasan aset. perusahaan melalui program corporate social responsibility (CSR), misalnya, dapat berkontribusi untuk memfasilitasi dan mendukung program-progam kemasyarakatan dalam berbagai aspek.
  • Employee/ Internal Relations: Merupakan bentuk strategi komunikasi praktisi Public Relations dalam menjaga hubungan dengan pekerja yang ada di dalam sebuah organisasi dengan membangun bonding diantara mereka. Membuat mereka benar-benar menjadi bagian dari sebuah organisasi. Membuat mereka benar-benar menjadi bagian dari sebuah organisasi. Kegiatan employee/internal relations ini meliputi Newsletters, email, social media, award, contests, gift. Pada dasarnya setiap individu akan merasa senang saat diberikan apresiasi, maka dari itu internal relations menjadi kunci atas kesolidan para anggota disebuah organisasi. Membangun self-belonging pada sebuah organisasi adalah perhatian utama seorang praktisi Public Relations dalam sisi internal relations.  
  • Consumer Relations: Merupakan bentuk strategi komunikasi praktisi Public Relations dalam menjaga hubungan dengan konsumen. Membangun bonding antara customer dengan organisasi sehingga memunculkan konsumen-konsumen yang loyal kepada organisasi. Kegiatan consumer relations ini meliputi tours, educational material, brochures, open house, complaint system. Harapannya melalui program consumer relations yang telah disusun dapat memberikan pemahaman kepada konsumen soal produk dari organisasi kita. Sehingga ketika loyalitas dari konsumen sudah terbangun maka akan jadi perpanjangan tangan organisasi untuk menyebarluaskan informasi terkait produk kita.
  • Government Relations: Salah satu kegiatan penting yang harus dilakukan dalam aktifitas Public Relations adalah menjalin hubungan dengan pemerintah. . Dalam perspektif Public Relations, pemerintah berperan penting terutama berkaitan dengan penentu kebijakan atau berbagai keputusan normatif lainnya dan kebijakan itu dapat mempengaruhi suatu perusahaan/organisasi. Contoh  dari produk government relations adalah undang-undang.
  • Investor Relations: merupakan bagian dari Public Relations, sesuai dengan namanya maka pihak yang berkepentingan dengan perusahaan yang paling utama harus dilayani atau yang menjadi fokus adalah investor atau pemegang saham.

Fink menggambarkan crisis seperti  layaknya  penyakit  yang menyerang tubuh manusia, dan  membagi tahapan crisis sesuai dengan terminologi  kedokteran  yang dipakai untuk melihat stadium penyakit yang menyerang manusia sebagai berikut:

  • Prodromal: disebut juga dengan warning stage, karena pada tahap crisis ini telah muncul  gejala­gejala  yang  harus  segera diatasi. Tahap ini merupakan tahap yang menetukan.  Apabila perusahaan mampu mengatasi gejala­gejala yang timbul, maka crisis tidak  akan melebar  dan memasuki  fase­fase berikutnya. Pada tahap ini crisis akan ditangani oleh Executive Management Crisis (EMC). Ditahap ini crisis diabaikan karena organisasi terlihat masih berjalan normal. Tahap prodromal dapat muncul  dalam tiga bentuk :- Jelas sekali, Samar-samar, Sama sekali tidak kelihatan.
  • Acute Crisis Stage: tahap ini terjadi karena ketidakberhasilan organisasi mendeteksi atau menangani gejala-gejala crisis yang terjadi pada tahap prodromal. Orang menganggap suatu crisis dimulai dari sini karena gejala yang samar-samar itu kini nampak jelas.  Pada tahap ini crisis dipindah tangankan ke Crisis Management Team (CMT). Crisis akut sering disebut sebagai the pain of no return, artinya apabila gejala yang muncul di warning stage (prodromal) tidak terdeteksi sehingga tidak tertangani maka crisis  memasuki tahap akut yang tidak akan dapat kembali lagi. Kerusakan perlahan mulai timbul, reaksi berdatangan dan isu semakin menyebar. Praktisi Public Relations menjadi aktor penting dalam menentukan seberapa jauh crisis membawa kerugian.
  • Chronic Crisis Stage: tahap ini biasa disebut sebagai post-mortem. Pada tahap ini organisasi mempelajari asbabun terjadinya crisis dan memperbaikinya agar tidak lagi terjadi, misalnya penggantian manajemen, penggantian kepemilikan. keputusan harus segera diambil demi keberlangsungan organisasi. Agar organisasi dapat terus eksis maka organisasi wajib sehat dan memiliki reputasi yang baik.
  • Resolution Crisis Stage: tahap ini adalah recovery kondisi perusahaan. Karena tahap-tahap ini adalah sebuah siklus yang berputar. Maka dari itu organisasi tetap harus waspada. Bila proses recovery tidak tuntas maka tidak menutup kemungkinan crisis terjadi kembali.

Empat tahapan ini adalah sebuah proses yang saling berkesinambungan dan membuat sebuah siklus. Durasi dari setiap tahapan diatas sangat bergantung pada bagaimana para praktisis Public Relations merespon dan berupaya di setiap fasenya sehingga organisasi tidak mengalami crisis yang berkepanjangan dan menimbulkan kerugian besar.

Pemikir J.Grunung dan Hunt membuat sebuah model untuk menggambarkan gaya Public Relations sebuah organisasi dalam mempraktikan cara kerjanya, khususnya dalam penanganan crisis. Model ini terdiri atas empat model dengan excellence theory sebagai landasan pemikirannya. Berikut adalah empat model yang dikemukakan oleh J Grunig dan Hunt:

  • Press Agentry/Publicity Model

Praktisi Public Relations pada model ini memiliki ketertarikan untuk mengenalkan organisasi atau produk mereka kepada publiknya. Namun, mereka menggunakan pernyataan yang tidak jujur cenderung manipulatif. Mereka menjunjung tinggi slogan “All publicity is good publicity”, hal ini mengindikasikan sebuah pola komunikasi yang sifatnya satu arah dan tidak menghasilkan feedback sama sekali. Media dalam hal ini bersikap layaknya agen yang hanya menyebarkan  sebuah berita atau informasi tanpa melakukan check and balance terlebih dahulu. Hal ini sangat berbahaya karena akan merusak kredibilitas praktisi Public Relations-nya itu sendiri. Contoh dari produk model ini adalah propaganda.

  • Public Information Model

Model ini sangat erat hubungannya dengan media, karena semua informasi yang disampaikan oleh praktisi Public Relations ini dikemas secara jurnalistik. Konten yang disampaikan pada model ini berbanding terbalik dengan model Press Agentry/ Publicity Model dimana jika disana diperbolehkan emnggunakan kebohongan dan cenderung manipulatif tapi itu tidak berlaku untuk model Public Information Model karena konten yang disampaikan pada model ini kebenaran. Kebenaran menjadi sesuatu yang esensial pada model ini. Pola komunikasi dalam model ini sifatnya satu arah dimana organisasi sebagai komunikatornya dan publik sebagai komunikannya. Model ini sangat kecil kemungkinannya untuk digunakan di masa sekarang karena terbukanya channel informasi yang begitu luas justru akan membawa organisasi pada kondisi yang lebih parah lagi, lantaran siapapun sangat mungkin menyebarkan informasi tentang apa yang terjadi pada organisasi secara gamblang dan pada akhirnya membangun persepsi publik atas organisasi kita.

  • Two Way Asymmetric Model

Model ini disebut juga sebagai scientific persuasion model, praktisi Public Relations menggunakan teori dan riset dari ilmu sosial seperti survei dan poling. Hal ini dilakukan untuk membantu public memahami tentang sebuah organisasi. Pada model ini ada feedback yang dihasilkan dari publik sebagai komunikan. Namun, apa yang menjadi kebijakan organisasi tidak dapat diusik karena mereka beranggapan itu yang terbaik bagi organisasinya. Pada model ini feedback yang didapatkan oleh organisasi dari publiknya menjadi hal yang percuma. Model ini pada akhirnya tidak membangun loyalitas publik kepada organisasi.

  • Two Way Symmetric Model

Model ini disebut juga sebagai mutual understanding model. Dapat dipastikan aspek dialogis menjadi yang terdepan dalam hal ini. Para praktisi Public Relations dalam model ini membangun kedekatan dengan dialog kepada publiknya. Berbanding terbalik dengan Two Way Asymmetric yang sangat solid dengan apa yang dilakukannya tanpa memikirkan pertimbangan dari publiknya, Two Way Symmetric Model justru sangat adaptif dengan apa yang publik komunikasikan kepada organisasinya. Model ini sangat relevan dengan kondisi di era sekarang, karena publik disuguhkan oleh banyak ragam media dan sangat bebas mengekspresikan dirinya. Sebuah organisasi dituntut untuk mampu mendekati publik lewat jalan dialog. Sehingga nantinya terjadi pertukaran informasi yang pada akhirnya menciptakan sesuatu yang disebut win-win solution.

Reference

Coombs, Holladay, W. S. (2010). The Handbook of Crisis Communication (Vol. 1). Chicester, United Kingdom: Blackwell Publishing Ltd.

Fearns – Banks, K. (2011). Crisis Communications, A Casebook Aproach (4th ed.). Abingdon, United Kingdom: Routledge.

Penulis: Isyraqi Khairi Siregar

STRAIGHT TO THE POINT

Previous article

LINGKARAN INSECURE

Next article

Comments

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *