Uncategorized

Mengapa Boyband dan Girlband Indonesia Sulit Bertahan Lama?

Sumber foto : freepik.com

Industri musik Indonesia telah lama dipenuhi dengan berbagai tren, salah satunya adalah munculnya boyband dan girlband yang sempat booming beberapa tahun lalu. Pada awal 2010-an, Indonesia mengalami gelombang besar kehadiran boyband dan girlband lokal yang terinspirasi oleh kesuksesan K-Pop dari Korea Selatan. Nama-nama seperti Smash, Cherrybelle, dan 7 Icons sempat mendominasi layar kaca dan panggung musik tanah air. Namun, sayangnya, tren ini tidak bertahan lama. Banyak dari mereka yang bubar atau hilang dari sorotan publik. 

Lalu, mengapa boyband atau girlband di Indonesia sulit bertahan lama? Berikut adalah beberapa alasan yang mungkin menjelaskan fenomena tersebut. 

  1. Kultur Musik yang Berubah Cepat 

Industri musik Indonesia dikenal dengan tren yang cepat berganti. Boyband dan girlband muncul ketika ada permintaan besar dari publik, namun tren tersebut tidak selalu bertahan lama. Musik pop dengan koreografi khas boyband/girlband yang populer pada awal 2010-an akhirnya tersingkir oleh tren musik lain seperti EDM, hip-hop, hingga indie pop yang lebih disukai oleh generasi muda. Ketika tren berubah, boyband dan girlband yang ada harus beradaptasi, tetapi tidak semua berhasil mengikuti perubahan selera musik tersebut. 

  1. Kurangnya Inovasi dan Identitas yang Kuat 

Salah satu kekuatan dari boyband dan girlband di Korea Selatan, yang menjadi inspirasi utama, adalah inovasi terus-menerus dan identitas grup yang jelas. Mereka tidak hanya menjual musik, tetapi juga gaya hidup, fashion, dan karakter masing-masing anggotanya. Boyband dan girlband Indonesia sering kali tidak memiliki identitas yang kuat, sehingga sulit membangun basis penggemar yang loyal. Banyak dari grup ini memiliki konsep yang serupa satu sama lain, membuat mereka sulit untuk tampil berbeda dan bertahan di industri yang sangat kompetitif. 

  1. Kurangnya Dukungan dari Manajemen dan Industri Musik 

Kesuksesan boyband dan girlband di Korea Selatan tidak hanya bergantung pada talenta anggotanya, tetapi juga pada dukungan yang kuat dari agensi dan manajemen mereka. Di Indonesia, industri musik belum memiliki sistem manajemen yang mendukung perkembangan artis dalam jangka panjang seperti di Korea. Banyak boyband dan girlband Indonesia yang hanya populer dalam jangka waktu singkat tanpa rencana jangka panjang untuk mempertahankan karier mereka. Ketika popularitas mulai menurun, manajemen tidak mampu menyediakan strategi baru atau inovasi untuk membuat grup tetap relevan di pasar. 

  1. Kurangnya Pelatihan yang Intensif 

Di Korea Selatan, boyband dan girlband yang sukses biasanya melalui proses pelatihan yang panjang dan intensif, melibatkan pelatihan vokal, tari, hingga keterampilan akting dan tampil di depan kamera. Di Indonesia, proses pembentukan grup cenderung lebih instan. Tanpa pelatihan yang mendalam, banyak boyband dan girlband Indonesia kesulitan untuk terus meningkatkan kemampuan mereka, terutama ketika persaingan semakin ketat. Alhasil, kualitas pertunjukan dan musik yang mereka tawarkan sering kali tidak dapat bersaing dengan artis-artis solo atau grup dari luar negeri. 

  1. Persaingan dengan Musik Internasional 

Boyband dan girlband Indonesia harus bersaing dengan grup internasional yang memiliki basis penggemar lebih besar dan dukungan yang lebih kuat. Fenomena Hallyu (Gelombang Korea) telah membuat boyband dan girlband K-Pop mendominasi pasar musik global, termasuk Indonesia. Dengan kehadiran grup-grup seperti BTS, Blackpink, dan EXO yang menawarkan musik, koreografi, dan produksi yang sangat profesional, sulit bagi grup lokal untuk bersaing. Penggemar musik Indonesia cenderung lebih tertarik pada artis-artis internasional yang memiliki kualitas produksi lebih tinggi dan akses lebih luas ke pasar global. 

  1. Tantangan Personal dan Internal Grup 

Banyak boyband dan girlband Indonesia mengalami masalah internal, seperti perpecahan antar anggota atau kesulitan menjaga kekompakan dalam jangka panjang. Tekanan dari industri, kurangnya manajemen yang baik, serta konflik pribadi dapat menyebabkan grup bubar. Ketika salah satu anggota memutuskan keluar, dinamika grup sering kali sulit dipulihkan, yang akhirnya membuat grup tidak bertahan lama. 

  1. Fokus pada Popularitas Instan 

Di Indonesia, banyak boyband dan girlband yang dibentuk dengan fokus utama pada popularitas instan daripada membangun karier yang berkelanjutan. Mereka sering kali terlalu bergantung pada satu atau dua lagu hits yang viral, tanpa memperhatikan pengembangan kualitas musik dan karier jangka panjang. Akibatnya, ketika tren bergeser atau lagu hits mereka mulai memudar, sulit bagi grup ini untuk tetap eksis di industri. 

Meskipun sempat populer, boyband dan girlband di Indonesia menghadapi berbagai tantangan yang membuat mereka sulit bertahan lama di industri musik. Kultur musik yang berubah cepat, kurangnya inovasi, manajemen yang lemah, hingga persaingan ketat dengan grup internasional adalah beberapa faktor utama yang mempengaruhi ketidakberlangsungan mereka. Namun, jika ada perbaikan dalam hal manajemen, pelatihan, dan strategi jangka panjang, bukan tidak mungkin kita akan melihat kebangkitan kembali boyband atau girlband Indonesia yang lebih kuat dan mampu bertahan dalam industri yang semakin kompetitif.

Penulis: Irma Haudia

Editor: Muhammad Sayyid Rachman

komuniasik@gmail.com

Mengapa Berbicara Kasar Menjadi Tren di Kalangan Gen Z?

Previous article

Komunikasi di Lingkungan Sosial

Next article

Comments

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *