Uncategorized

Mengapa Berbicara Kasar Menjadi Tren di Kalangan Gen Z?

Sumber foto : freepik.com

Saat ini, berbicara kasar atau menggunakan kata-kata kotor di media sosial, lingkungan pergaulan, hingga dalam komunikasi sehari-hari, seakan menjadi tren di kalangan Gen Z. Banyak dari mereka yang menganggap gaya komunikasi seperti ini sebagai sesuatu yang keren, ekspresif, atau bahkan sebagai bentuk pemberontakan terhadap norma-norma sosial yang mereka anggap kaku. Namun, di balik fenomena ini, berbicara kasar bisa membawa dampak yang tidak selalu positif, baik bagi diri sendiri maupun orang lain di sekitar. 

Gen Z, yang lahir di era teknologi digital, tumbuh di lingkungan yang sangat terhubung dengan internet dan media sosial. Ada beberapa faktor yang mungkin mendorong mereka untuk mengadopsi gaya berbicara kasar sebagai tren: 

  1. Pengaruh Media Sosial dan Konten Viral 

Media sosial seperti TikTok, Twitter, dan Instagram menjadi platform utama bagi Gen Z untuk mengekspresikan diri. Konten viral yang banyak ditonton atau diikuti sering kali memuat kata-kata kasar yang digunakan secara sarkastis atau humoris. Selebriti, influencer, dan kreator konten yang mereka idolakan juga sering kali menggunakan bahasa yang tidak sopan, membuatnya terlihat sebagai sesuatu yang normal dan bahkan “keren”. 

  1. Ekspresi Diri dan Kebebasan Berpendapat 

Gen Z dikenal sebagai generasi yang sangat menghargai kebebasan berekspresi. Bagi mereka, berbicara kasar bisa dianggap sebagai cara untuk menunjukkan otentisitas, kejujuran, dan sikap tidak peduli terhadap konvensi sosial. Mereka mungkin merasa bahwa bahasa yang lebih “kasar” atau tidak formal lebih mewakili emosi mereka, terutama ketika berbicara tentang topik-topik yang sensitif atau memicu amarah. 

  1. Reaksi terhadap Tekanan Sosial dan Stres Banyak dari 

Gen Z yang merasakan tekanan besar dari sekolah, pekerjaan, lingkungan sosial, atau bahkan masalah global seperti perubahan iklim dan ketidakadilan sosial. Dalam banyak kasus, berbicara kasar bisa menjadi bentuk pelampiasan emosi, terutama ketika mereka merasa frustasi atau tertekan. Bahasa kasar menjadi semacam mekanisme pertahanan untuk menghadapi realitas yang mereka anggap tidak adil. 

  1. Tantangan Normatif 

Berbicara kasar juga bisa dilihat sebagai cara untuk menantang norma dan aturan sosial yang ada. Generasi ini cenderung lebih kritis terhadap aturan yang mereka anggap kuno atau tidak relevan dengan dunia modern. Dengan menggunakan bahasa yang tidak sesuai dengan etiket formal, mereka seolah-olah menolak untuk tunduk pada norma-norma lama yang membatasi kebebasan mereka. 

Dampak Negatif Berbicara Kasar 

Meski berbicara kasar bisa dianggap sebagai bentuk ekspresi diri atau tren kekinian, penggunaan bahasa yang tidak sopan juga memiliki dampak negatif yang signifikan, baik bagi pelaku maupun orang-orang di sekitarnya. 

  1. Menurunkan Kualitas Komunikasi 

Bahasa kasar sering kali tidak efektif dalam menyampaikan pesan secara jelas dan konstruktif. Saat seseorang menggunakan kata-kata kasar, fokus dari percakapan bisa bergeser dari substansi ke emosi negatif yang ditimbulkan oleh kata-kata tersebut. Ini bisa membuat komunikasi menjadi tidak produktif dan bahkan menimbulkan konflik yang tidak perlu. 

  1. Membentuk Kebiasaan yang Sulit Dihilangkan 

Menggunakan bahasa kasar secara rutin dapat membentuk kebiasaan yang sulit dihilangkan. Pada akhirnya, seseorang mungkin akan kesulitan untuk berkomunikasi secara sopan dalam situasi-situasi formal atau profesional. Kebiasaan ini juga dapat menciptakan citra negatif di mata orang lain, baik dalam kehidupan sosial maupun karier. 

  1. Meningkatkan Stres dan Negativitas 

Berbicara kasar, terutama dalam konteks kemarahan atau frustrasi, dapat memperparah perasaan negatif yang dirasakan. Alih-alih meredakan emosi, kata-kata kasar sering kali justru membuat situasi menjadi lebih tegang. Selain itu, orang yang mendengar bahasa kasar bisa merasa terintimidasi atau tidak nyaman, yang pada akhirnya menciptakan suasana negatif dalam interaksi sosial. 

  1. Memperkuat Stereotip dan Diskriminasi 

Penggunaan bahasa kasar sering kali diiringi dengan stereotip atau diskriminasi terhadap kelompok tertentu. Misalnya, kata-kata kasar yang merendahkan berdasarkan ras, gender, atau orientasi seksual. Ini dapat memperkuat prasangka buruk dan meningkatkan diskriminasi di masyarakat. Meskipun bahasa kasar bisa terlihat seperti “ekspresi bebas”, dampaknya terhadap orang lain bisa sangat merusak. 

  1. Mengurangi Respek dan Empati 

Penggunaan bahasa kasar dapat membuat orang lain kehilangan rasa hormat terhadap si pembicara. Sering kali, berbicara kasar mencerminkan kurangnya empati atau pertimbangan terhadap perasaan orang lain. Ini dapat merusak hubungan interpersonal, baik di tempat kerja, sekolah, maupun dalam lingkup keluarga atau pertemanan. 

Mengatasi Tren Berbicara Kasar di Kalangan Gen Z 

Untuk mengatasi fenomena ini, diperlukan kesadaran kolektif serta langkah-langkah yang dapat mendorong gaya komunikasi yang lebih positif. Berikut beberapa cara yang dapat dilakukan: 

  1. Pendidikan Komunikasi yang Baik 

Memperkenalkan pentingnya komunikasi yang efektif dan sopan di sekolah dan lingkungan sosial sangat penting. Gen Z perlu diberi pemahaman bahwa cara mereka berbicara mempengaruhi bagaimana orang lain memandang mereka, dan bahwa komunikasi yang baik adalah kunci dalam membangun hubungan yang sehat dan produktif. 

  1. Penggunaan Bahasa sebagai Sarana Positif 

Alih-alih menggunakan bahasa kasar untuk mengekspresikan diri, dorong generasi muda untuk memanfaatkan bahasa sebagai alat yang lebih positif. Bahasa bisa menjadi sarana untuk menyampaikan ide, kritik, atau emosi tanpa harus menyakiti atau merendahkan orang lain. 

  1. Edukasi Kesadaran tentang Dampak Sosial dan Psikologis 

Membuat Gen Z lebih sadar akan dampak jangka panjang dari berbicara kasar terhadap diri mereka sendiri dan orang lain. Melalui diskusi terbuka atau program edukasi, mereka dapat lebih memahami bahwa apa yang mereka katakan bisa mempengaruhi suasana hati, hubungan, bahkan karier mereka di masa depan. 

  1. Peran Orang Tua dan Lingkungan 

Orang tua dan lingkungan sekitar juga berperan penting dalam memberikan contoh bagaimana cara berkomunikasi yang sehat. Komunikasi yang dilakukan dalam keluarga dan komunitas terdekat akan membentuk kebiasaan bahasa yang digunakan oleh anak-anak dan remaja. 

Berbicara kasar mungkin terlihat sebagai tren yang populer di kalangan Gen Z, namun dampak negatifnya tidak bisa diabaikan. Dalam jangka panjang, kebiasaan ini dapat merusak kualitas komunikasi, menciptakan suasana negatif, dan memperkuat stereotip atau diskriminasi. Oleh karena itu, sangat penting untuk mulai mendorong generasi muda untuk menggunakan bahasa dengan bijak, sebagai sarana positif yang tidak hanya mengekspresikan diri, tetapi juga membangun hubungan yang sehat dan saling menghormati.

Penulis: Irma Haudia

Editor: Muhammad Sayyid Rachman

komuniasik@gmail.com

Mengapa Personal Branding Penting untuk Membangun Kredibilitas?

Previous article

Mengapa Boyband dan Girlband Indonesia Sulit Bertahan Lama?

Next article

Comments

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *