Pernah curhat ke teman tapi berakhir adu nasib? Ada teman cerita tapi kita mendengarkan sambil scrolling sosmed? Atau jangan-jangan, kita-lah yang membuatnya berakhir seperti itu? Dalam dunia yang serba cepat ini, enggak jarang kita merasa mendengar itu cukup “memasang telinga” saja. Apakah itu benar-benar cukup?
Mendengarkan cerita mungkin terdengar biasa saja, tidak ada yang spesial dengan mendengarkan. Ternyata mendengarkan itu ada seninya. Dengan empati, orang lain tidak hanya merasa didengarkan, tapi juga merasakan kepedulian, perasaan keberadaannya dianggap, dan diakui perasaannya.
Komunikasi dengan empati merupakan kemampuan untuk mendengarkan orang lain dengan sepenuh hati, tanpa menghakimi, atau memberikan komentar yang mengganggu. Semua orang termasuk diri kita dapat berlatih menjadi pendengar yang baik dengan melatih empati.
Rasulullah SAW merupakan contoh yang baik untuk kita tiru dalam mengasah empati. Beliau SAW selalu meluangkan waktunya untuk mendengarkan segala keluh kesah dari ummatnya tanpa pandang bulu. Kaya miskin beliau dengarkan dengan sepenuh hati. Apabila beliau dipanggil, yang menengok bukan hanya kepalanya, melainkan seluruh tubuhnya. Langkah-langkah dibawah ini dapat dicoba untuk melatih empati kita dalam mendengarkan.
- Fokus penuh saat mendengarkan
Letakkan dulu hape-mu, lalu fokus pada saat ada yang bercerita. Jangan hanya memperhatikan kalimat yang diceritakannya, tapi juga bahasa tubuh yang disampaikannya. Karena komunikasi tidak hanya melalui kata-kata, tapi juga gerakkan tubuh.
- Jangan menyela pembicaraan
Ini basic manner banget nih! Kalau mau berlatih mendengarkan dengan empati, biarkan orang lain bicara sampai selesai baru kita memberi respon atas pembicaraan tersebut.
- Tunjukkan ketertarikan dalam pembicaraan tersebut dengan memberikan pertanyaan
Rasulullah SAW seringkali bertanya untuk menggali lebih dalam informasi yang disampaikan sahabatnya dan menunjukkan bahwa beliau benar-benar peduli dengan konteks yang dibicarakan.
- Ciptakan suasana yang nyaman
Mencari tempat yang nyaman untuk bercerita, posisi yang nyaman, minim bising, gestur tubuh yang terbuka menunjukkan sikap bahwa kita siap mendengarkan cerita dari orang lain. Hindari tangan yang tertutup, pandangan mata yang tidak fokus pada pendengar.
- Bayangkan kita ada di posisi mereka.
Rasulullah SAW selalu mencoba untuk memahami perasaan orang lain dan menempatkan diri beliau pada posisi mereka.
Dengan melakukan langkah-langkah diatas kita bisa pelan-pelan merubah kebiasaan kita menjadi pendengar yang tak hanya mendengarkan dengan telinga, tapi juga hati, sebagaimana Rasulullah SAW.
Penulis: Rahman Nurul Izza
Editor: Muhammad Sayyid Rachman
Comments