Direktur Pelayanan Informasi Internasional Ditjen Informasi dan Komunikasi Publik (IKP), Selamatta Sembiring mengatakan, di era globalisasi, perkembangan telekomunikasi dan informatika (IT) sudah begitu pesat. Teknologi membuat jarak tak lagi jadi masalah dalam berkomunikasi. Internet tentu saja menjadi salah satu medianya.
Hal ini dibuktikan meningkatnya penggunaan internet global 1,9% sebesar 64,4% atau setara dengan 5,16 miliar orang dari populasi global yang totalnya 8,01 miliar orang, dibanding periode sama tahun lalu yang masih 5,01% milyar orang (Laporan We Are Social dan Hootsuite 2023). Dikutip dari web Kementerian Komunikasi dan Informasi (KOMINFO)
pengguna internet di Indonesia saat ini mencapai 63 juta orang. 95 persen nya menggunakan internet untuk mengakses jejaringan sosial.
Adapun alasan utama dari laporan tersebut adalah untuk mencari informasi. Mendapatkan informasi yang cepat dan menarik tentu media sosial menjadi pilihan pertama citizen Indonesia. Media sosial bukan hanya sebagai sarana hiburan semata namun juga banyak audiens yang menerima informasi dari konten yang ditampilkan dengan visualisasi yang menarik dan durasi pendek. Dari hasil survei 2023 dari Makron Sanjaya seorang praktisi media. Pengguna media sosial dari gen z sebanyak 63,1% terutama pada tik tok.
Keadaan saat ini merupakan suatu tantangan yang harus dihadapi oleh para jurnalis dalam penyesuaian diri menghadapi era digitalisasi. Berbagai industri media mulai mementingkan produksi konten berita di media Internet. Adu kecepatan antara industri media merupakan hal yang lumrah bahkan menjadi suatu keunggulan untuk mendapatkan atensi publik. Namun tak jarang, banyak media yang bermunculan menaikan konten berita dengan narasi yang tidak sesuai kode etik jurnalistik bahkan memanipulasi nama Industri Media yang kredibel dan terpercaya demi keuntungan pribadi.
Dari sebab itu banyak sekali konten berita yang simpang siur atau bisa dikatakan hoax bertebaran di media internet. Dari data yang diperoleh 94,40% media sosial menjadi peringkat yang paling pertama dalam penyebaran berita hoax. Kepercayaan dan keakuratan berita menjadi prioritas yang paling utama bagi pers hal ini tidak mengurangi kredibilitas berita di media mainstream yang berlomba-lomba menaikkan konten berita tercepat. Industri
media mainstream harus mampu membangun jiwa jurnalisme positif di tengah gempuran era digital.
Maka ada beberapa hal yang harus diingat dan dilakukan industri media saat ini. Pers bukan lagi satu-satunya sumber berita, otoritasnya mesti dibangun melalui. Dengan menjunjung tinggi kode etik jurnalistik hingga bisa melampirkan bukti, Transparansi adalah cara menciptakan kredibilitas (melalui verifikasi), pemilihan sumber, dan item lain menambah kelengkapan berita, menjadi kian penting dan menantang cara pengumpulan dan penyajian fakta. Era Spesialisasi: pers tak lagi memonopoli, pers harus membangun otoritas dengan menyediakan pengetahuan.
Jurnalisme harus berbuat lebih dari sekadar bertutur. Informasi harus hadir dalam lebih banyak bentuk: statistik, grafik, suara, video, gambar. Editor harus mengurasi dialog yang berkembang dengan audiens. Di era baru, keterlibatan audiens dalam pembuatan berita sebagai bagian dari proses peliputan atau menyempurnakan pasca publikasi, verifikasi menjadi tugas yang lebih besar bagi editor.
Bagaimana orang menggunakan konten? Bagaimana berita membantu/berguna bagi masyarakat? Apa nilai berita? Perusahaan media yang tetap bertahan adalah media yang mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Media yang tidak bisa menjawab, bersiaplah binasa. Pada dasarnya jurnalis tidak akan menjadi mati tetapi akan menjadi semakin rumit dan kompleks. Internet tidak hanya menciptakan jurnalism baru, tapi membuat jurnalism menjadi lebih baik, yang menggali dan bersinggung dengan pabrik lebih dalam
Penulis : Dena Amanda
Editor : Nurul Fadillah Anis
Comments