Uncategorized

Filantropi Islam Berbasis Media Digital? Emang Bisa?

Media digital saat ini kian mengalami perkembangan, salah satunya untuk memenuhi kebutuhan manusia untuk selalu terhubung dengan media digital sebagai satu-satunya alat yang memudahkan manusia berinteraksi dan bersosialisasi di tengah wabah Virus Covid 19. Dunia teknologi dan informasi yang berkembang pesat telah mempengaruhi kehidupan saat ini.

Dengan adanya perkembangan teknologi, media komunikasi dan informasi menjadi semakin mudah. Dalam hal ini, kehadiran teknologi internet menjadikan akses dan kontennya semakin variatif. Dengan demikian, media digital muncul sebagai media baru yang akses dan kontennya bisa dinikmati dengan teknologi internet. 

Media sosial adalah media yang digunakan untuk menghasilkan konten bersama di antara para pengguna atau biasa disebut user generated content. Menurut Van Dijk, media sosial adalah sebuah wadah eksistensi bagi para penggunanya, sehingga media sosial memfasilitasi para pengguna untuk beraktivitas dan saling berkolaborasi.

Filantropi Berasal dari bahasa Yunani yaitu philos berarti ‘cinta’ dan anthropos berarti ‘manusia’. Filantropi adalah kegiatan memberi bantuan secara sukarela untuk membantu pihak  lain yang membutuhkan, sebagai bentuk rasa cinta sesama manusia. Filantropi juga dapat diartikan sebagai kagiatan memberi dalam  berbagai  bentuk yang  tidak  terbatas, baik berupa  uang  atau  barang  sebagai upaya meringankan beban orang lain dan untuk meningkatkan kesejahteraannya. (Efendi,M, 2021)

Menurut Fauzia, dkk (2006), cinta untuk manusia tertanam dalam bentuk pemberian sesuatu kepada orang lain, terutama yang bukan berasal dari sanak keluarga. Esensi filantropi sendiri telah menjadi jalan praktik bagi zakat, infak atau sedekah, dan wakaf. Secara teknis istilah filantropi dapat membantu kita untuk membawakan wacana kedermawanan Islam kepada sebuah diskursus yang dapat menjangkau isu-isu yang lebih luas.

Tradisi filantropi Islam idealnya merupakan modal sosial untuk menyusun civil society yang kokoh dan bermartabat. Tradisi yang telah membesi ini bukan hanya menggambarkan bentuk taat di dalam beragama, melainkan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari perkembangan masyarakat muslim dari segi sosial, budaya, dan politik. (Mardiah, S. 2018)

Praktik filantropi dalam berbagai bentuk wakaf telah menjelma di masyarakat muslim dalam ribuan masjid, pesantren, madrasah, majelis ta’lim, dan sekolah. Dari rahim yang sama, lahir pula tradisi gerakan dan organisasi islam seperti NU dan Muhammadiyah. Keduanya memiliki peran besar terhadap penentuan arah dan corak untuk berbagai aspek kehidupan masyarakat muslim.

Beberapa kajian menunjukkan bahwa kegiatan filantropi sudah dipraktikkan sejak ratusan tahun yang lalu. Hal ini bisa diketahui dari ditemukannya praktik filantropi sebagai bagian dari tradisi masyarakat di berbagai suku yang tersebar di daerah di wilayah Indonesia.

Setiap bulannya, relawan Wisata Panti selalu membuat satu acara utama berwisata, para relawan ditantang untuk meng-organize kegiatan. Mulai dari mencari ide tema, lokasi panti asuhan, mencari donasi, kemudia dituangkan dalam bentuk tour wisata. Misalnya ke museum, bangunan bersejarah, cooking class, dan wisata ke bidang-bidang profesi seperti tempat kerajinan sablon, peternakan lebah, perkebunan, dan lain sebagainya. 

Selain berwisata, komunitas ini juga mendonasikan bahan makanan maupun peralatan yang dibutuhkan panti asuhan. Saat ini, donatur didominasi oleh mereka yang tergerak hatinya ketika melihat kegiatan-kegiatan Wisata Panti di media sosial. Kebanyakan dari mereka turut mendukung akomodasi, baju kegiatan, dan lain sebagainya.

Filantropi Islam yang coba diwujudkan oleh Komunitas Wisata Panti (WP) ini memang memiliki kekhasan tersendiri, di mana lembaga sosial yang awalnya berdiri dengan basis komunitas pada tahun 2015 lalu beralih menjadi yayasan pada 2020 dengan nama yang sama. Kekhasan Lembaga ini adalah berbagi dengan cara melakukan wisata dengan para anak asuh panti (Unindar, U, 2020).

Penulis: Dody Reza Pratama (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Editor: Hilya Maylaffayza (Komuniasik Campus Ambassador Batch 2)

“Nervous“ saat berbicara ? Yuk, usut tuntas solusinya!

Previous article

Mengukur Efektivitas Bansos dan Filantropi: Manakah yang Lebih Berdampak bagi Kemakmuran Masyarakat?

Next article

Comments

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *