Pekerja anak masih menjadi persoalan yang sulit ditekan di berbagai negara, termasuk Indonesia. Ketidakpastian ekonomi dan tekanan hidup membuat semakin banyak anak terlibat dalam pekerjaan informal, baik di jalanan maupun di ruang publik lainnya.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada 2024 persentase pekerja anak naik menjadi 2,17 persen, meningkat dari 1,72 persen pada 2023. Jumlahnya bertambah signifikan, dari 1,01 juta menjadi 1,27 juta anak. Peningkatan ini tampak sejalan dengan kian maraknya anak bekerja di ruang publik, mulai dari mengamen hingga menjadi silver man di persimpangan jalan.
Indonesia sejatinya memiliki payung hukum yang cukup kuat. UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 Pasal 68 melarang mempekerjakan anak di bawah usia 18 tahun, sementara UU Perlindungan Anak No. 35 Tahun 2014 menegaskan hak anak untuk tumbuh dan berkembang tanpa eksploitasi. Namun kesenjangan antara regulasi dan realitas masih mencolok.
Meskipun aturan melarang, banyak anak usia sekolah dasar dan menengah bekerja di jalanan dengan mengamen, mengecat tubuh dengan warna perak, hingga berkeliling menawarkan tisu. Fenomena ini menunjukkan lemahnya pengawasan di ruang publik dan minimnya efektivitas regulasi.
Lemahnya pengawasan menjadi salah satu penyebab utama. Razia pekerja anak tidak dilakukan secara rutin dan penanganan sering berhenti pada pembinaan sesaat. Banyak dari mereka kembali ke lokasi yang sama tak lama kemudian. Penegakan hukum pun jarang menyentuh pihak yang mengeksploitasi anak, sehingga tidak ada efek jera.
Faktor ekonomi turut memperkuat lingkaran ini. Tekanan biaya hidup dan pendapatan keluarga yang tidak stabil membuat sebagian orang tua mendorong anak turun ke jalan. Di beberapa kasus, anak-anak bekerja bukan sekadar pilihan, melainkan strategi bertahan hidup. Fenomena silver man memperlihatkan bagaimana pekerjaan ekstrem dan berisiko kesehatan dilakukan demi membantu ekonomi keluarga, meski usia mereka masih jauh dari layak bekerja.
Selama ruang publik tetap menjadi arena anak-anak mencari nafkah, keberadaan regulasi tak lebih dari teks di atas kertas. Tantangannya kini bukan sekadar menegakkan aturan, melainkan memastikan masa kecil mereka tak hilang di persimpangan jalan.
Comments