Hiruk-pikuk kehidupan bermasyarakat tidak lepas erat dengan adanya kontroversi, baik itu di dunia nyata maupun dunia maya. Selalu ada tiga pihak yang terlibat dalam suatu konflik yang memanas, yaitu adanya pihak pro, pihak kontra, dan pihak netral. Masing-masing dari pihak terus mempertahankan argumentasi berupa fakta maupun sekadar asumsi yang mereka anggap mendekati suatu kebenaran. Setiap pihak sudah tentu memiliki “kebenaran” versi mereka masing-masing. Untuk memengaruhi pihak lain agar mengakui apa yang diyakini, perlu adanya legitimasi dan delegitimasi. Dalam hal ini, ada yang melakukan upaya tersebut secara terang-terangan maupun samar-samar. Jika itu bersifat terang-terangan, maka ia bisa disebut sebagai kampanye. Sedangkan jika cenderung bersifat samar-samar, baik itu secara sumber maupun waktu, maka ia bisa disebut sebagai propaganda. Pihak yang melakukan upaya propaganda disebut sebagai propagandis. (Venus, 2004)
Namun, kontroversi bukan hanya soal kontestasi politik semata, melainkan masih banyak hal-hal lainnya yang berhasil memicu perdebatan antarperspektif di ruang publik (public sphere), seperti kasus penyiraman air keras kepada Novel Baswedan, kebakaran pada gedung Kejaksaan RI, pembunuhan 6 anggota FPI di KM 50, sampai kasus pembunuhan Brigadir J yang sampai saat ini penyelesaiannya masih terus dipantau oleh masyarakat. Terlepas dari itu semua, ada hal yang menarik; yaitu eksisnya akun propagandis anonim yang turut meramaikan pada setiap kasus yang ramai. Salah satu akun tersebut ialah “Opposite6890”, yang terus eksis dari zaman sebelum pilpres 2019 melalui platform media sosial, seperti Twitter, Telegram, Instagram, dan TikTok.
Akun yang sampai sekarang tidak diketahui siapa adminnya itu, kerap kali disapa sebagai “Kang Cendol” (KC). Penulis secara pribadi telah mengikuti kontroversi dari Opposite6890 sejak kasus penistaan agama oleh mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama. Di saat yang bersamaan, sosok KC mulai muncul di berbagai media sosial dengan membawa narasi-narasi yang terkesan bersifat asumsi semata. Yang mana, hal tersebut yang mengarah pada narasi “pemerintah melindungi terduga kasus penistaan agama”. Namun, sifat asumsi tersebut menjadi logis seiring naiknya nama Opposite6890 tersebut. Mayoritas topik yang dibahas ialah tidak jauh daripada isu-isu yang menyorot pada pemerintah. Oleh sebab itu, tidak heran bila akun ini sering kali dilabelisasi sebagai akun propaganda dari pihak oposisi.
Terlebih lagi, saat itu gejolak polarisasi semakin membesar daripada antarpendukung capres pada 2019. Sehingga, akun ini secara tidak sadar mendapatkan legitimasi dari pihak yang saat itu beroposisi pada pihak petahana. Apalagi ketika masa-masa panasnya kontestasi politik 2019, akun ini sempat memaparkan data-data bahwasannya pilpres 2019 penuh kecurangan. Tidak tanggung-tanggung, ia juga menyeret nama institusi Polri sebagai tim sukses dari salah satu calon. Akibatnya, admin dari Opposite6890 itu diburu oleh pihak aparat karena dikonfirmasi telah menyebarkan berita bohong. Namun pada kenyataannya, sampai saat ini admin dari Opposite6890 masih bisa eksis di dunia maya. Banyak yang menduga bahwa KC merupakan “orang dalam” daripada institusi Polri itu sendiri yang menentang kezaliman di tubuh pemerintah. Jadi, segala kemungkinan bisa saja terjadi.
Pascapilpres 2019, akun Opposite6890 terus berupaya menyebarkan data-data yang berkaitan dengan isu di dalam negeri. Mulai dari dugaan keterkaitan mantan Kapolri Tito Karnavian dengan kasus penyiraman air keras kepada Novel Baswedan. Lalu, adanya ketidaklogisan pada kasus kebakaran gedung Kejaksaan Agung RI pada tahun 2020, kasus pembunuhan 6 anggota FPI di KM 50, sampai kasus pembunuhan Brigadir J yang sampai saat ini belum ada titik temu. Si Kang Cendol makin mendapatkan legitimasi dari masyarakat ketika banyak dari apa yang ia paparkan itu menjadi nyata. Seperti saat awal terkuaknya kasus pembunuhan Brigadir J, KC memaparkan pernyataan bahwa dalam beberapa hari ke depan (saat itu) akan muncul berita bahwa ada penangkapan teroris sebagai upaya pengalihan isu kasus Brigadir J. Ternyata tiga hari kemudian setelah KC memaparkan itu kepada publik, akun Instagram @divisihumaspolri mem-posting informasi adanya penangkapan teroris.
Bukan itu saja yang membuat publik semakin lebih percaya kepada akun anonim ini, misalnya pada bulan Juli admin Opposite6890 ini menyebarkan narasi melalui media sosialnya yang menyebutkan bahwa Bharada E merupakan kambing hitam daripada Ferdy Sambo. Dalam beberapa pekan, ternyata hal tersebut terbukti bahwa Bharada E ditetapkan sebagai tersangka dan dalam sepekan kemudian Bharada E terbukti bukanlah dalng utama penembakan Brigadir J karena ia menembak atas dasar perintah atasan. Dampak dari itu, publik yang sebelumnya terkesan apatis terhadap apa pun yang pernah dipaparkan akun Opposite6890 kini menjadi peduli dan semakin merasa ingin tahu. Alhasil, di media sosial digaungkan kembali pengusutan kasus pembunuhan enam anggota FPI di KM 50 yang notabene masih janggal. Apalagi, memang berpotensi akan adanya keterkaitan Ferdy Sambo yang saat ini terlibat pada kasus pembunuhan Brigadir J.
Yang membuat akun ini terkesan “independen”, tidak memihak secara subjektif ialah ia kerap kali membongkar kasus-kasus yang memang tidak ada kaitannya dengan isu negara, misalnya pada tahun 2021 adanya dugaan penyelewengan dana yayasan oleh Alvin Faiz, selaku putra dari Almarhum Ustaz Arifin Ilham. Saat itu Kang Cendol terus mendesak Alvin untuk tidak nekat melakukan hal-hal yang tidak seharusnya ia lakukan. Terlebih lagi, kebetulan pada saat itu ia diduga berselingkuh dengan seseorang yang saat ini menjadi istrinya.
Ada dua kemungkinan soal ini. Yang pertama yaitu Opposite6890 memang murni memperjuangkan dalam melawan kezaliman. Yang mana, kezaliman tersebut berpotensi merugikan orang banyak. Sedangkan kemungkinan yang kedua yaitu Opposite6890 sengaja mengambil celah untuk membangun legitimasi dan opini publik bahwa ia merupakan sosok independen yang tidak disetir oleh pihak mana pun.
Dalam hal ini, dapat disimpulkan bahwa yang menarik dari akun ini bukan apa yang ia paparkan, melainkan bagaimana ia membuka logika publik soal benang merah antara ketidaklogisan dan ketidakadilan yang memang terlihat jelas. Lantas, semisalnya kita setuju dengan apa yang ia lakukan saat ini dengan membongkar hal-hal yang tidak masuk akal pada suatu peristiwa, maka otomatis kita juga menyetujui segala hal yang ia paparkan dari masa prapilpres 2019? Penulis berpendapat bahwa itu tergantung pada keputusan masing-masing. Jika logika berkata itu logis, maka tidak ada salahnya memercayai hal-hal tersebut sebagai sesuatu yang bisa diterima oleh akal sehat, dan begitu pula sebaliknya.
Namun, perlu digarisbawahi bahwa sekalipun apa yang dipaparkan oleh akun Opposite6890 ini terkesan masuk akal, akun tersebut tetaplah akun propagandis anonim yang sumbernya tidak jelas. Maka dari itu, perlulah bijak dalam menghadapi fenomena-fenomena semacam ini. Jangan sampai latah, karena tidak ada seorang pun yang dapat menjamin bahwa bila apa yang ia sampaikan saat ini benar, maka apa yang ia sampaikan sebelumnya maupun setelahnya itu benar juga.
Penulis: M. Choirul Amin Rais
Comments