Belakangan ini, media sosial tengah diramaikan dengan adanya fenomena “Pinjam Dulu Seratus” yang muncul di konten-konten FYP. Fenomena ini sering dijadikan bahan candaan bahkan sindiran bagi orang yang kerap kali meminjam uang.
Urusan hutang-menghutangi ini membuat pihak yang dihutangi merasakan dilema. Ada rasa ingin meminjamkan uang namun ada juga perasaan khawatir karena adanya ketidakpastian untuk dikembalikan.
Terlepas dari oknum yang berniat tidak mengembalikan uang atau bahkan lebih galak ketika ditagih, mari kita lihat hal ini dari sudut pandang yang berbeda. Kata “Pinjam Dulu Seratus” ini mencerminkan budaya silaturahmi yang begitu kuat di masyarakat Indonesia. Dengan cara ini, dua pihak tersebut akan terus berupaya memelihara hubungan baik dan membangun kebersamaan.
Bagi pihak yang dipinjami uang, terdapat beberapa dampak positif dari fenomena ini yang rasanya sering kita abaikan. Meminjamkan uang kepada teman ataupun sanak saudara, melibatkan perasaan ikhlas dari peminjam. Ikhlas karena ingin meminjami uang semata-mata ingin membantu dengan ekspektasi yang tidak berlebihan mengenai kepastian pengembalian uang.
Dengan perasaan Ikhlas ini lah, yang meminjamkan bisa dengan legowo meminjamkan uangnya kepada yang membutuhkan. Hal ini juga dapat menumbuhkan kepercayaan kepada pihak yang meminjam uang, bahwa yang meminjamkan merupakan orang yang dapat diandalkan.
Hal yang sama berlaku kepada orang yang meminjam uang, yaitu melatih kesadaran dari dirinya untuk bertanggung jawab. Bertanggung jawab atas hal yang telah ia lakukan, yaitu meminjam uang. Ketika meminjam uang, maka kewajiban bagi si peminjam yaitu berusaha semaksimal mungkin untuk mencari penggantinya.
Adapun ketika peminjam merasa sudah berusaha untuk mencari, alangkah baiknya peminjam melakukan komunikasi kepada yang meminjamkan uang untuk sama-sama mencari solusi yang terbaik. Bisa berupa penambahan waktu pengembalian ataupun keringanan lainnya. Inilah yang disebut dengan bertanggung jawab.
Selain itu, dibalik keperluannya untuk meminjam uang, terdapat juga usaha untuk mengeratkan kembali tali silaturahmi yang mungkin sempat terputus. Hal ini bisa dilihat dalam bentuk basa-basi di awal percakapan yang menanyakan kabar ataupun bahasan lainnya.
Apabila kita melihat dari sudut pandang yang berbeda, tren “Pinjam Dulu Seratus” ini bisa kita jadikan sarana berproses menjadi insan yang lebih baik. Baik itu orang yang meminjam uang ataupun orang yang meminjamkan uang. Hal ini bukan hanya persoalan uang semata, namun juga soal menjaga nilai-nilai budaya silaturahmi dan saling membantu yang sudah mandarah daging di masyarakat Indonesia.
Penulis : Abivara Fajar Dzikrillah
Editor : Muhammad Wafi Zen
Comments