Uncategorized

Pengaruh Kesehatan Mental pada Penggunaan Beauty Filter, Kok Bisa?

Di zaman yang serba canggih seperti sekarang, macam-macam fitur dalam aplikasi semakin beragam.
Tak terkecuali hadirnya aplikasi yang di dalamnya menawarkan beragam jenis filter yang dapat
mempercantik penampilan wajah para pengguna. Keberadaan filter ini pun sangat digemari oleh
kalangan remaja. Namun, siapa sangka hal ini dapat menyebabkan para penggunanya mengalami
kondisi kecemasan mental.

Facial dysmorphia merupakan suatu kondisi di mana seseorang selalu merasa cemas dengan
penampilan wajahnya. Hal ini termasuk suatu kondisi mental penderita yang memerlukan validasi
berlebih akan penampilan mereka. Mengutip website Okemom, seorang ahli bedah plastik Melissa
Doft menyatakan bahwa banyak perempuan sekarang yang lebih mementingkan serta
mengkhawatirkan foto mereka.

Penulis yang berkecimpung dalam dunia kesehatan dan lifestyle, Miriam Christie berpendapat bahwa
penyebab facial dysmorphia tidak pasti. Namun, ada beberapa hal yang dapat memicu seseorang
berada dalam kondisi ini.

“Tidak ada satu hal yang pasti untuk mendiagnosis facial dysmorphia. Ejekan pada masa kanak-kanak
tentang penampilan atau penekanan orang tua pada penampilan bisa menjadi pemicu awal kondisi
tersebut. Bagi beberapa orang, trauma atau pelecehan seksual menjadi pemicu facial dysmorphia,”
jelas Miriam Christie mengutip website Etrevous.

Dokter kosmetik asal Skotlandia, Nestor Demosthenous berpendapat lain. Ia menyatakan bahwa
tekanan sosial juga berkontribusi terhadap kenaikan kondisi facial dysmorphia ini. Adanya media
yang didominasi oleh orang-orang cantik yang memiliki standar perawatan estetika sehingga para
generasi muda ikut menjunjung standar kecantikan tersebut.

Media pun seakan turut mendukung adanya standarisasi kecantikan tersebut dengan menghadirka
beragam jenis filter yang dapat mempercantik wajah di berbagai platform. Kehadiran filter tersebut
juga dapat menjadi salah satu penyebab facial dysmorphia karena para penggunanya sering

kali merasa lebih menarik apabila menggunakan filter hingga berujung membandingkan dirinya
dengan foto tanpa filter.

Dampak yang ditimbulkan dari facial dysmorphia ini juga beragam. Salah satunya seperti yang
disampaikan oleh seorang dokter gigi umum, Ronald Baise mengutip website 92Dental bahwa
kondisi ini dapat menyebabkan seseorang malu untuk bersosialisasi.

“Penyakit ini dapat menyebabkan seseorang menjadi terikat di rumah dalam upaya untuk
menyembunyikan penampilan hina mereka, atau bahkan memutilasi diri mereka sendiri sebagai
bentuk operasi kosmetik “DIY“. Diperkirakan 20% penderita facial dysmorphia akhirnya melakukan
bunuh diri,” jelasnya.

Hal serupa disampaikan oleh Miriam Christie, bahwa penderita facial dysmorphia sering menghindari
situasi sosial, yang pada akhirnya menyebabkan para penderitanya kesepian. Kondisi yang jarang
terdiagnosis ini juga rentan membuat penderita depresi hingga upaya bunuh diri secara tragis juga
sering terjadi pada seseorang yang mengalami facial dysmorphia.

Seorang psikolog asal Amerika, Leslie Heinberg mengatakan bahwa fenomena ini sangat sulit untuk
ditangani sendiri dan biasanya didiagnosis oleh seseorang yang ahli terhadap kesehatan mental
berdasarkan pada jenis gejala penderita alami. Namun, ada beberapa hal bermanfaat yang dapat
mengurangi perasaan cemas berlebihan terhadap penampilan, yakni

  1. Tanamkan pikiran positif.
  2. Berhenti mengkhawatirkan apa yang akan orang lain pikirkan.
  3. Selalu ingat bahwa apa yang ada di media sosial tidaklah nyata.

Penulis : Muhammad Fajrul
Editor : Nivaldi

komuniasik@gmail.com

Menjadi Pendengar dan Pembicara yang Baik!

Previous article

Apa itu kelas sendok di Korea Selatan

Next article

Comments

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *