Melepaskan diri dari ketergantungan pada internet adalah sebuah keniscayaan. Dunia digital telah memberikan pengaruh yang signifikan pada tingkat kecemasan seseorang terhadap informasi yang beredar melalui internet. Dunia digital juga memberikan fenomena menarik. Memaksa penggunanya untuk senantiasa mengikuti perkembangan yang ada, mengunggah yang disuka, mencari perhatian dari orang jauh namun memutus percakapan dengan orang dekat secara nyata. Wajar jika marak terjadi gerakan diet media sosial yang dilakukan dengan menakar jumlah aktivitas bermedia sosial atau memilih media sosial yang relatif sehat. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memilih medsos dan kontennya yang sejuk, produktif, dan konstruktif.
Tidak sedikit juga pengguna media sosial yang memilik untuk sejenak deactive akun media sosialnya. Alasannya sederhana, ingin mendapatkan hidup secara nyata tanpa dikejar dengan kebutuhan digital yang seakan tidak ada habisnya. Hal ini membuktikan jika ketenangan hidup merupakan hal yang mutlak dibutuhkan dan dunia digital bukan satu-satunya jalan sehingga muncul gaya hidup JoMO. JoMO atau joy of missing out diartikan sebagai cara manusia mengambil momentum secara sadar untuk melepaskan diri dari ketergantungan pada dunia Internet (Crook, 2015). Suka atau tidak pada dasanya manusia memang menyukai dan membutuhkan teknologi. Namun determniasi yang begitu kuat pada akhirnya membuat manusia tersadar jika manusia tidak membutuhkan teknologi sebanyak yang ditawarkan dan dipikirkan. Tidak boleh dilupakan jika manusia memiliki hak untuk memilih maupun menyeimbangkan kebutuhan. JoMO memberikan ruang untuk menyeimbangkan hal tersebut. Dengan mencoba melakukan gaya hidup JoMO manusia akan terlatih untuk lebih mensyukuri hidup dan menikmati secara sadar apa yang sedang dilakukan.
Gaya hidup JoMO akan memberikan peluang untuk menjalani hidup dengan ritme yang lebih teratur, fokus terhadap apa yang dikerjakan dan tentunya menjalin hubungan yang lebih berkualitas dengan orang sekitar. Singkatnya, gaya hidup JoMO membuat manusia menarik diri dari kehidupan internet yang dirasa berlebihan untuk kembali menjalani kehidupan offline secara sadar. Munculnya gaya hidup JoMo juga tidak terlepas dari timbulnya kesadaran jika sesuatu yang diunggah ke internet akan tercatat di dunia maya bukan hanya seumur hidup tetapi selama data itu masih ada. Inilah yang menjadikan catatan di dunia maya menjadi hal yang berbahaya. Kemudahan akses informasi dan kecanggihan teknologi telah membuat perubahan besar terhadap gaya hidup maupun pola pikir masyarakat. Seiring dengan perkembangan teknologi dan arus digitalisasi, penggunaan media sosial pun makin beragam fungsinya. Tidak hanya aktivitas dalam mencari teman, bersosialisasi, dan lain sebagainya.
Nicholas Carr dalam bukunya yang berjudul The Shallows menyatakan bahwa Internet memberikan kemudahan dan kesenangan, tetapi juga mengorbankan kemampuan kita berpikir secara mendalam. Globalisasi membawa kemajuan dalam hal kemajuan teknologi dan informasi serta membawa konsekuensi yang sangat berarti yaitu pergeseran nilai-nilai kehidupan manusia. Munculnya fenomena yang menyuguhkan saling hujat, unggahan teman yang membuat semakin merasa insecure. Oleh karena itu, kita bukan hanya membutuhkan sekadar informasi, tetapi juga filter diri untuk menentukan informasi yang sesuai dengan kebutuhan. Namun jika hal tersebut masih sulit untuk dilakukan maka gaya hidup JoMO dapat menjadi alternatif solusi yang bisa dilakukan.
Dalam sebuah artikel di Majalah The Newyork Times, Hayley Phelan menuliskan bahwa JoMo is about disconnecting, opting out, and being OK just where you are. Paparan intenet secara terus menerus membuat kita tersadar jika selama ini internet pengguna media terlalu terpesona dan terpana pada kemudahan dan hiburan yang diberikan. Akhirnya, kita berpura-pura untuk mengabaikan dampaknya yang tidak kalah penting. Implikasinya kita lupa jika kita adalah yang memegang kendali. Teknologi hanyalah alat yang menghubungkan dan memberikan kemudahan.
Ketika seseorang mengambil pulpen maka barang terebut telah menjadi pilihan yang dikendalikan oleh otaknya untuk menjadi bagian dari tangannya. Ketika seseorang memilih membaca buku maka hal tersebut telah menjadi pilihan dari dirinya yang disadari. Begitu pun dalam penggunaan teknologi. Semua orang memiliki kemampuan untuk memutuskan apa yang akan digunakan sesuai dengan kebutuhan dirinya. Selama ini ketakutan melewatkan hal baru di media membuat pengguna seakan lupa apa sebenarnya yang dibutuhkan. Padahal ruang digital telah disesaki berbagai informasi dengan beragam maksud dan tujuannya.
Pada akhirnya perlu dipahami jika setiap peralatan memiliki keterbatasan. Pun pada teknologi. Semua dibuat untuk memberikan kemudahan, bukan membuat kita seperti dalam tekanan maupun ketakutan. Jika mengingat hidup di zaman 90an, kala kecanggihan media belum seperti sekarang tentu kita seakan ingin membandingkan. Dulu, bercakap dengan teman menjadi pemecah kebuntuan dikala jenuh datang. Dulu bermain di lapangan adalah sebuah keceriaan yang tidak perlu dibayar mahal. Dulu, perkara hidup hanya waktu di jam sekolah maupun kerja yang umumnya hanya delapan jam dan setelah itu kita bisa tenang beristirahat di rumah tanpa rapat maupun diskusi online. Pertemuan menjadi waktu yang berharga. Lalu mangkinkah ketenangan demikian juga bisa didapatkan di masa sekarang. Tentu saja bisa karena semua kembali pada pilihan hidup yang kita jalani.
JoMO mengajarkan gaya hidup dengan menjadikan kehidupan offline kembali berkualitas. Bukan berarti menarik diri sepenuhnya dari kehidupan online namun lebih bijak dalam membuat pilihan. Hal tersebut dapat dimulai dengan menentukan prioritas hidup dan produk teknologi yang dibutuhkan serta kembali berupaya membangun kehidupan offline yang berkualitas. Semoga dengan begitu keseimbangan dan ketenangan hidup di era digital yang diidamkan dapat didapatkan. Semoga!
Penulis : Musfiah Saidah
Comments