Komunitips

Media Sosial Bikin Insecure?

Media sosial rasanya sudah tidak asing lagi ditelinga. Pengguna nya pun bermacam-macam dari kalangan middle low hingga middle up, beberapa orang menggunakan social media untuk mempromosikan produknya, karyanya, atau bahkan hanya sekedar sharing tentang kegiatan harian kita masing-masing pemakaian pribadi. Keberadaan media sosial di tengah kehidupan generasi milenial telah memberikan banyak dampak manfaat. mereka bisa mengexplore, menemukan berbagai inspirasi dan mengekspresikan diri dengan cara berbagi foto, tulisan, dan juga video.

Penggunaan dan perkembangan sosial media semakin hari terus berkembang hingga saat ini. Kemudahan mengakses media sosial juga berdampak tidak sehat bagi mental, seperti ketika melihat kehidupan orang lain yang hidupnya lebih bahagia, populer, cantik, dan tampaknya selalu merasa senang. Dengan istilah rumput tetangga lebih hijau memang paling pas untuk menggambarkan kondisi ini. di kalangan remaja, media sosial bisa menjadi suatu tantangan yang sangat berat. Mereka dihadapkan pada kehidupan fana dibalik sosial media, beberapa menganggap dan membandingkan hidupnya lebih buruk dari apa yang ditampilkan. Kemudian hal itu mulai membuat mereka merasa tidak aman atau insecure, tidak percaya, bahkan merasa tidak berguna karena merasa tidak memberi dampak bagi sekitar sehingga menimbulkan rasa iri.

Mengutip dari reply pengguna sosial media twitter yang membicarakan konten terhadap sosial media Instagram “ dimulai yang paling sederhana mengapa kita sering membandingkan diri dengan orang lain ialah tujuannya agar kita mendaptkan pengakuan bahwa kita ada, show off kemampuan agar tak kalah saing, hingga seolah sosial media diperbuat untuk ajang unjuk diri dan ketika telah mencapainya kita merasa tidak pernah cukup atas apa yang sudah diraih dan dicapai selama ini membuat banyak orang sering membandingkan dirinya sendiri dengan orang lain. “

Merasa tidak menarik, tidak percaya diri, merasa aneh, merasa tidak berguna, merasa tidak ada hal yang menyenangkan dari diri sendiri. Di mana selalu mengutuk diri dan keadaan, merasa orang yang sangat tidak beruntung, sampai merasa Tuhan tidak adil. Untaian dari perempuan “dosa apa aku sampai tidak bisa merasakan ke uwuan ini“ “kapan aku cantik“ “body goals banget” “apalah aku cuma remahan gorengan” “beruntung banget hidupnya” “mulus banget kulitnya kaya bihun” tidak hanya itu, lelaki pun seringkali merasa insecure “cantik banget. Bingung deketinnya” “pasti maunya sama yang bermobil, apalah aku cmn motor gigi” “kayaknya cuman diphpin doang deh” “kayak supir sama majikan kalo pacarana sma dia” masih banyak tanggapan yang mengarahkan ketidak percayaan terhadap diri, merasa insecure karna standar sosial yang ada sehingga melakukan apapun takut untuk bergerak maju kedepan.

Sosial media memang begitu kejam dan sadis dengan standarisasi yang dibuat, tanggapan demi tanggapan sosial media membentuk opini nya sendiri, denial terhadap inner beauty dan melebih pentingkan physical appearance, padahal semuanya itu sangatlah relatif. Sosial media yang tersalah gunakan untuk kegiatan standarisasi, menjadikan racun bagi sebagian orang.

Studi penelitian melihat pengaruh media sosial meliputi Facebook, Twitter, obrolan atau chat terhadap kesehatan mental orang dewasa di Indonesia, penelitian ini menyimpulkan penggunaan medsos yang berlebihan berbahaya bagi kesehatan mental karena dapat menyebabkan depresi. Peningkatan penggunaan media sosial dikaitkan dengan peningkatan skor CES-D atau skala depresi pada seseorang sebesar 9 persen.

“Temuan menunjukkan bahwa penggunaan media sosial membahayakan kesehatan mental orang dewasa; peningkatan satu standar deviasi dalam penggunaan media sosial oleh orang dewasa dikaitkan dengan peningkatan skor CES-D sebesar 9 persen,” tulis peneliti dalam abstrak penelitian tersebut dalam Springer.

Psikolog klinis Linda Setiawati menilai, penggunaan media sosial secara tidak tepat dan berlebihan dapat memberikan dampak negatif, baik fisik, psikologis, dan sosial. Dampak secara fisik, misalnya, masalah penglihatan dan masalah tidur. Penggunaan media sosial membuat individu menatap layar terlalu lama sehingga dapat membuat mata kelelahan.

Berawal melalui sosial media alihalih insecuritas terhadap diri seseorang pun bermunculan, dengan stigma masyarakat, standarisasi yang dilakukan semua tertuju pada sosial media yang mengganggu kesehatan mental sesorang, sangat disayangkan jika menyalahgunakan sosial media seperti itu, karena secukupnya dan masing-masing individu diharapkan untuk bisa melakukan refleksi diri dan lebih bijak menggunakan media sosial. Dengan menentukan batas atau membuat jadwal kegiatan yang bisa menggantikan penggunaan media sosial. Jika digunakan secara tepat, maka media sosial dapat berguna bagi kita. Selain itu untuk mengatasi rasa tidak aman atau insecure, tentu harus mempunyai keinginan untuk melepas dan terus bergerak maju menuju apa yang ingin dicapai, juga bersedia mencoba strategi yang berbeda jika perlu tanpa membandingkan kehidupan yang tidak nyata dan berusaha bersikap realistis bahwa kehidupan sosial media hanyalah sebagai pemanis dikehidupan yang sebenarnya pahit dan butuh kerja keras demi mencapai standar kebahagiaan diri sendiri.

Kiriman konten dari kawan komuniasik : Shintya Putri

komuniasik@gmail.com

Apa yang terjadi di sosial media

Previous article

Pelatiahan Public Speaking bersama Indonesian Stuter

Next article

Comments

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *