Maraknya penggunaan QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) di Indonesia telah menjadi topik hangat, terutama setelah pandemi COVID-19. QRIS merupakan sistem pembayaran non-tunai yang diperkenalkan oleh Bank Indonesia pada tahun 2019 dan mulai diterapkan secara luas pada tahun 2020. Dengan QRIS, pengguna dapat melakukan transaksi dengan mudah dan cepat hanya dengan memindai kode QR, yang terintegrasi dengan berbagai aplikasi pembayaran digital.
Sejak diperkenalkan, QRIS telah mengalami pertumbuhan yang signifikan. Menurut data terbaru, jumlah pengguna QRIS mencapai 48,12 juta dengan lebih dari 31,61 juta merchant yang menggunakan sistem ini, sebagian besar adalah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah). Pertumbuhan ini didorong oleh peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya transaksi non-tunai, terutama pada saat pandemi yang mendorong kebijakan menjaga jarak fisik dan mengurangi penggunaan uang tunai.
QRIS berperan penting dalam meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia. Dengan sistem ini, UMKM dapat lebih mudah menjangkau pelanggan yang lebih luas tanpa harus bergantung pada transaksi tunai. Penelitian menunjukkan bahwa adopsi QRIS membantu UMKM untuk “naik kelas” dalam hal manajemen keuangan dan akses pasar. Selain itu, QRIS juga memberikan kemudahan bagi konsumen untuk melakukan pembayaran tanpa harus membawa uang tunai.
Banyak merchant kini menerapkan kebijakan wajib nontunai. Beberapa restoran dan toko ritel di Jakarta telah mulai menolak pembayaran tunai sepenuhnya, mendorong pelanggan untuk beralih ke metode pembayaran digital. Kebijakan ini tidak hanya meningkatkan efisiensi transaksi tetapi juga mengurangi risiko penularan virus melalui uang fisik.
Meskipun QRIS menawarkan banyak keuntungan, masih ada tantangan dalam adopsinya. Banyak pedagang kecil, terutama di pasar tradisional, yang belum familiar dengan teknologi ini. Hal ini menciptakan kesenjangan antara konsumen yang ingin bertransaksi secara nontunai dan pedagang yang tidak memiliki kapasitas untuk melayani metode pembayaran tersebut.
Masyarakat menunjukkan dukungan terhadap pergeseran menuju pembayaran nontunai. Namun, masih ada kelompok yang merasa perlu untuk tetap menggunakan uang tunai karena keterbatasan akses atau pemahaman terhadap teknologi. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun tren cashless semakin meningkat, masih ada kebutuhan untuk edukasi dan dukungan bagi pelaku usaha kecil agar dapat beradaptasi dengan sistem baru ini.
Maraknya penggunaan QRIS melonjak tinggi, membuat penggunaan uang tunai semakin menurun, lantas Bagaimana Nasib Uang Tunai ?
Uang tunai akan tetap ada dan terus digunakan, walaupun teknologi sudah berkembang. Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia, Marlison Hakim, menekankan bahwa uang kertas tetap merupakan alat pembayaran yang sah dan wajib diterima, meskipun penggunaan QRIS semakin meningkat. Ia juga mengingatkan kepada pelaku usaha agar tidak menolak transaksi yang menggunakan uang kertas.
Dalam Pasal 23 UU No 7 Tahun 2011, dijelaskan bahwa “Setiap orang dilarang menolak untuk menerima Rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau untuk menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi dengan Rupiah dan/atau untuk transaksi keuangan lainnya di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kecuali karena terdapat keraguan atas keaslian Rupiah.” Dengan begitu, tidak boleh seorang penjual menolak uang rupiah sebagai pembayaran yang sah.
Uang rupiah memiliki tiga jenis atau bentuk, yaitu uang kartal atau uang tunai, uang elektronik, dan uang digital yang saat ini sedang dalam proses. Karena itu pembayaran dengan uang tunai tetap masih ada, kecuali sudah dihapuskan sebagai alat jual beli.
Penulis: Muhammad Renardi Ariza
Editor: Diah Ayu
Tags
Uang Tunai
Uang Non Tunai
UMKM
Comments