Concepts

Fenomena prank di Media Sosial

Media sosial yang mampu menghadirkan cara berkomunikasi baru dengan teknologi yang cepat seperti Youtube sangat menggiurkan bagi kalangan anak muda jaman sekarang, karena youtube menawarkan ketenaran dan uang. Hal tersebut yang menjadikan anak muda jaman sekarang ingin menjadi youtuber dengan memberikan berbagai macam konten yang positif hingga ada juga yang negatif. Beberapa orang diantaranya tak lain membuat konten hanya untuk sekedar berbagi memberikan informasi dengan memanfaatkan wadah youtube tersebut namun sebagian orang juga menjadikannya wadah mata pencaharian agar menggaet viewers yang banyak dan menghasilkan pundi-pundi keuangan.

            Di era teknologi dan kecepatan informasi jaman sekarang seseorang dapat dengan cepat mendapatkan dan mengolah informasi menjadi suatu konten yang hangat untuk di jadikan komersial dan menuai kontroversi agar menjadi trending. Terlihat pada youtuber yang memberikan konten-konten tidak bernilai dan sebuah kebohongan belaka demi pundi viewers dilakukan berbagai cara, seperti kasus-kasus yang sedang hangat terjadi di masa pandemi, yaitu seperti kasus Prank membagikan makanan dan isinya ialah sampah dengan target kepada kaum transpuan. Pelaku prank yang menganggap ini konten sebagai lelucon dan juga bentuk kekesalan terhadap kaum transpuan merupakan statement dan perilaku yang tidak wajar untuk dilakukan karna sudah berlebihan membohongi dan merugikan orang lain.

Kasus toxic youtuber seperti ini sangat membuat keresahan dan tidak akan ada habisnya ketika sosial punishment tak lagi mempan karena masing-masing youtuber atau si pelaku memiliki seseorang panutan namun tanpa disadari bahwa seseorang itu berbeda tingkatan privilege dimata masyarakat. Tak bisa dipungkiri jika panutannya artis yang sudah survive dan memiliki fans, viewers subscribers yang banyak dan sebelumnya lebih dulu menuai konten dengan pengalaman yang banyak pasti dari segelintir fans tersebut ada yang memaafkan, memaklumi dan masih bisa diberi ruang untuk diperbaiki karena karya-karya sebelumnya yang sudah ditampilkan, tak terkecuali seorang youtuber baru, dan mengikuti panutan untuk booming, menghalalkan segala cara, dengan melihat sosial punishment yang mudah dimaafkan bukan berarti orang tersebut dengan bebasnya melakukan kesalahan, pelaku atau youtuber tersebut harus memiliki kemampuan yang lebih baik dulu atas penggunaan media sosial, memahami bagaimana cara yang baik untuk menggaet dan survive pada sosial media dengan ide ide yang seharusnya mendidik bukan hanya sekedar gaet viewrs dan uang karena pada dasarnya seseorang yang terkenal lebih dulu lalu membuat masalah di tengah karir itu merupakan bagian dari survive seseorang bukan menjadikan konten viral dan kontroversial yang menjadi batu loncatan agar bisa terkenal dan meraih subscriber yang banyak.

Melihat banyak kasus youtuber prank kebodohan seperti diantaranya pada konten memberi uang 10 juta pada target agar membatalkan puasa dengan makan pizza ditengah hari, memberi makanan yang berisi sampah ternyata, hal tersebut merupakan tipuan dan kebohongan yang menghalalkan segara cara tanpa melihat sisi empati pada seseorang dan nilai kemanusiaan hingga membawa religiusitas pada sesutu yang tak bernilai. Hal ini menjadikan pelaku telah menyalah gunakan konten prank dan tidak memahami batasan karena tidak memiliki persetujuan diantara kedua belah pihak dengan korban prank, dan tidak sesuai tujuannya karena prank memiliki tujuan untuk mengetahui reaksi lucu bersifat menghibur dari tindakan atau aktivitas yang kita lakukan di keramaian tanpa menyinggung atau membuat resah orang lain terkecuali prank melibatkan seseorang harus ada persetujuan dari korban.

Kasus seperti ini sangat perlu dijadikan bahan pelajaran bagi kita semua tentunya, karena sesuatu yang viral dan menuai kontroversi jangan lagi diberi ruang panggung dan tindakan untuk yang lebih jera ialah dengan membantu reporting segala sesuatu yang tak bernorma atau kasus penyalahgunaan sosial media seperti ini harus jadi perhatian nomor satu di kementerian komunikasi dan informatika agar lebih detail dalam pengawasan bukan hanya fokus pada sesuatu yang bersifat pornografi saja.

“Pada dasarnya seseorang tak suka ditipu. Studi pada jurnal Review of General Psychology menemukan bahwa orang tidak suka ditipu, termasuk dalam konteks prank”

komuniasik@gmail.com

Menikmati Hari Pendidikan di Tengah Pandemi

Previous article

Tips Jadi Student Traveller

Next article

Comments

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *