Komunitips

Fenomena Covid-19 : Sebuah Opini

Virus corona mendatangi Indonesia, hal ini datang dengan waktu tiba-tiba yang kecepatannya eksponensial secara bertahap dengan mengejutkan semua kalangan, memunculkan rasa panik disertai rasa takut lalu bergegas gerak cepat bertindak menyelamatkan diri. Mungkin satu dua minggu, ketika itu terjadi, sistem informasi yang masih dianggap remeh temeh dengan mengabaikan kicauan untuk tetap selalu menjaga seluruh keamanan dan nasib rakyat tak lagi kunjung, seolah semuanya tidak terjadi apa-apa, panggung tak lagi ramai, semua berlomba menghindar, klarifikasi dan penjelasan seolah tak perlu disampaikan, berusaha menutup dan menyelesaikan seolah masyarakat tak hirau akan Covid 19.

Warga negara Anda akan dirawat di Lorong, satu ruangan berbatas kain dengan ditemani petugas kesehatan yang kelelahan akan kewalahan. Hari demi hari enggan berkurang, beberapa akan mati. Memutuskan mana yang terlebih dahulu untuk diselamatkan dengan sumber daya manusia yang tak memadai disusul alat-alat dan kebijakan yang tak kunjung jelas, retorika yang selalu ditampilkan tanpa tindakan nyata, menjual kata-kata dihadapkan media sudah menjadi narasi langganan. Tidak adanya transparansi sejak awal, menjadikan ini sebagai momentum awal untuk memunculkan keadaan krisis, strategi komunikasi tak cukup untuk menyelamatkan nasib semua rakyat, terdiri dari berbagai macam kalangan dari yang atas hingga bawah, bukan berarti semua bisa selamat jika kebijakan tak lagi disampaikan.

Panic buying terjadi pada kalangan menengah ke atas, karena Covid 19 pun tak dipaparkan dan himbau yang sejelas-jelasnya kepada semua masyarakat terlebih menengah ke bawah, memikirkan nasib untuk tetap terus bekerja, rasa panik akan penyakit termatikan oleh rasa takut akan kelaparan. Disituasi seperti jugalah yang menimbulkan sisi ego pada sesama manusia, dimana yang punya uang yang bertindak dan berkuasa terlebih dahulu, dimatikan perasaan dengan memperlihatkan rasa panik dengan memborong pangan dan manusia lainnya hanya meratapi kepedihan dengan rasa kelaparan.

Ketika semuanya ini terjadi, kita dan semua rakyat Indonesia berhadapan dengan masalah yang sudah dianggap serius menerima Covid 19 telah sampai pada negeri ini, dengan menyerang  korban jiwa dalam dua minggu terakhir, masalah ini pun kembali seharusnya kepada kedudukan pemerintah, dengan melihat kegagalan, miss komunikasi untuk menyampaikan pesan Covid 19 yang tidak efektif, karena harusnya kita sebagai rakyat mendapatkan jaminan lebih dan terlindungi oleh pemerintahan, tetapi kenyataan tidak memihak, semua hanya fakta belaka.

Sebagai seorang tokoh masyarakat, politisi, dan semua penguasa bisnis yang memiliki kekuatan dan tanggung jawab untuk mencegah hal ini untuk saling menjaga, apakah tak ada tindakan yang diperbuat untuk mencegah hal in? apakah hanya urusan semata ekonomi akan menurun jika kau membantu? Terlalu berbelit memikirkan tindakan yang akan dilakukan dengan memakan waktu banyak tanpa terbesit berpikir tindakan akan menyelamatkan dunia.

Tetapi dalam 2 minggu, ketika seluruh dunia terkunci, kebijakan muncul beberapa hari mengunci dari jarak sosial yang telah diaktifkan, mengurangi jumlah aktivitas di luar rumah dan interaksi dengan orang lain, mengurangi kontak tatap muka langsung. Langkah ini termasuk menghindari pergi ke tempat-tempat yang ramai dikunjungi, seperti supermarket, bioskop, dan hindari transportasi umum, ini akan mengurangi dan menyelamatkan nyawa, meskipun angka kematian dianggap hanya sebatas angka, melupakan bahwa sebenarnya yang mengalami kematian tersebut ialah manusia, faktor umur selalu dikaitkan alasannya, jika saja pergerakan dan tindakan nya lebih cepat, stigma tersebut tak akan terbentuk dimasyarakat.

Sosial Fragmentation yang mengasingkan diri dari realitas berawal dari kasus Covid 19, memandang hal ini fragmentasi bermula pada pasien Covid 19 01-03 yang di vonis positif Covid 19 menimbulkan stigma masyarakat, berbagai tanggapan, hujatan, hingga menjatuhkan profesi dan privasi korban sehingga korban merasa trauma akan hal itu. Melihat kasus tersebut pemerintah pun belum sepenuhnya memberikan kebijakan dengan adanya permasalahan seperti ini, karena beberapa orang dari kalangan middle low tidak bisa mengecek karena berbayar dan harganya yang lumayan mahal, hal itu juga yang menjadikan masyarakat mengasingkan diri dari realitas, selain itu kasus pemberitaan kaburnya pasien positif Covid 19 menimbulkan persepsi yang beranggapan tidak siap untuk di isolasi dan menerima berbagai tanggapan stigma masyarakat yang akan menjauhi dirinya.

Alih-alih kejadian yang secara internasional ini seharusnya dapat penanganan dan kerja sama yang baik antara pemerintah dan kalangan atas, bukan nya terperangkap oleh suatu penolakan sendiri, berusaha menahan isu Covid 19 untuk menyelamatkan ekonomi agar tak jatuh, dengan mengabaikan kritikan dari masyarakat, dan berusaha skeptis dengan keadaan. Bukan hanya dengan komunikasi yang baik untuk membuat aman, tetapi masyarakat butuh tindakan nyata agar selamat dalam keadaan seperti ini, yang dibutuhkan dari kasus ini ialah orang-orang yang profesional dalam manajemen kebijakan, bukan yang amatiran.

Imbas dari semua ini ialah kalangan menengah bawah, penjual keliling, warung dan toko kelontong yang sepi disusul dengan para driver online yang kehilangan pelanggan karena sosial distancing semakin hari orang-orang aware dengan seiring munculnya campaign #dirumah aja atau bekerja dirumah yang mengakibatkan penghasilan menurun drastis. Kebijakan pemerintah bisa dilakukan dengan mengkaji kebijakan yang sudah ada sebelumnya seperti: bantuan langsung tunai, bantuan pangan atau sembako non tunai, bantuan obat-obatan dan sanitasi, dan yang terakhir pajak UMKM ditiadakan karena hal ini akan meringankan pedagang kecil, karena kebutuhan pemerintah berhak bertanggung jawab atas kebutuhan dasar dan ternak para rakyatnya. Semoga masyarakat tetap terjaga kesehatannya dan mari bersama melawan korona.

Penulis : Shin

komuniasik@gmail.com

Pelatiahan Public Speaking bersama Indonesian Stuter

Previous article

Udah, di rumah aja ya

Next article

Comments

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *