Anak bungsu atau anak terakhir sering kali dipandang sebagai sosok yang istimewa. Dengan banyak omongan orang tentang ‘enak ya jadi anak terakhir”. Bukan hanya karena ia adalah anak terakhir yang dilahirkan, tetapi juga karena posisi ini membawa berbagai persepsi dan harapan yang mungkin berbeda dari saudara-saudaranya. Di tengah perjalanan kehidupan keluarga, posisi ini sering kali dianggap sebagai “harapan terakhir” bagi orang tua.
Orang tua cenderung mengalihkan perhatian lebih kepada anak terakhir setelah saudara-saudaranya yang lebih tua mulai mandiri. Selain itu, juga sering menjadi penenang di tengah kecemasan orang tua tentang masa depan keluarga. Ketika anak-anak lain sudah keluar dari rumah, anak terakhir sering kali tinggal lebih lama, dan perannya sebagai teman dan pendamping orang tua menjadi semakin krusial.
Meskipun perhatian dan kasih sayang yang diberikan kepada anak terakhir dapat terasa istimewa, tidak jarang hal ini disertai dengan tekanan terselubung. Harapan besar yang digantungkan orang tua terkadang membuat mereka merasa terbebani. Mereka diharapkan menjadi sukses secara karir, yang bahkan dituntut untuk lebih dari saudaranya. Sekaligus tetap dekat dengan orang tua yang dituntut untuk menjaga keluarga tetap utuh bisa menjadi tantangan tersendiri.
Selain itu, ada pula stereotype bahwa anak bungsu cenderung lebih dimanjakan. Namun, pada kenyataannya, banyak anak bungsu yang tumbuh menjadi pribadi yang bertanggung jawab, karena mereka sering kali melihat dan belajar dari kesalahan serta keberhasilan kakak-kakaknya. Harapan yang diberikan kepada mereka dapat menjadi motivasi kuat untuk membuktikan diri bahwa mereka mampu memenuhi ekspektasi orang tua.
Anak Terakhir Jembatan Keluarga
Bagi banyak keluarga, anak bungsu tidak hanya menjadi penghibur di masa tua orang tua, tetapi juga menjadi simbol kebersamaan. Ketika saudara-saudaranya sudah jauh secara fisik maupun emosional, anak bungsu kerap menjadi jembatan yang menjaga keluarga tetap dekat. Ia sering kali ditugaskan untuk mengurus hal-hal kecil yang mendekatkan kembali keluarga, seperti mengatur pertemuan keluarga atau menjadi pendengar setia bagi saudara-saudaranya yang membutuhkan dukungan.
Nah, sobat MinSik di era modern ini, peran anak bungsu mungkin telah mengalami perubahan yang semula bersama orang tua, kini merantau dan hidup mandiri. Harapan orang tua bahwa anak bungsu menjadi penerus keluarga atau pendamping di usia senja tetap ada, meskipun mungkin bentuknya berbeda. Peran tersebut bisa diwujudkan dengan cara-cara yang lebih fleksibel, misalnya melalui teknologi yang memungkinkan komunikasi tetap terjalin meski jarak memisahkan.
Penulis: Aulia Ramadhani
Editor: Maya Maulidia
Comments