Generasi Z atau yang sering disingkat sebagai Gen Z, adalah kelompok yang lahir di era digital, tumbuh dalam perkembangan teknologi yang pesat, dan dibombardir oleh media sosial sejak usia dini. Mereka terbiasa dengan gaya hidup serba cepat, instan, dan terhubung secara global. Namun, di balik semua itu, muncul fenomena yang menarik perhatian yaitu tingkat gengsi yang tinggi, tetapi sering kali tidak sejalan dengan kondisi finansial yang mereka miliki.
Definisi Gengsi dan Pengaruh Media Sosial
Gengsi dapat didefinisikan sebagai keinginan untuk menampilkan gaya hidup, status sosial, atau prestasi yang dianggap keren atau berkelas di mata orang lain. Media sosial seperti Instagram, TikTok, dan Twitter menjadi tempat penting bagi Gen Z untuk menampilkan kehidupan sehari-hari mereka, termasuk mode, makanan, perjalanan dan barang mewah.
Mereka menyaksikan artis atau influencer yang mendorong gaya hidup mewah dan seringkali merasa terdorong untuk mengikuti mereka demi mendapatkan pengakuan sosial. Tetapi ada beban keuangan di balik semua postingan glamor itu. Gen Z percaya bahwa mereka harus tampil gaya dan berkelas, meskipun mereka mungkin tidak memiliki uang yang cukup.
Konsumerisme yang Meningkat
Sangat sering gaya hidup konsumtif yang dianut oleh banyak Gen Z tidak sebanding dengan gaji mereka. Banyak dari mereka belum memulai karir atau masih belajar di sekolah atau perguruan tinggi, sehingga mereka tidak dapat memperoleh banyak uang. Meskipun demikian, mereka biasanya lebih suka membeli sesuatu yang dianggap sebagai “status simbol”, seperti pakaian bermerek, perangkat terbaru, atau liburan ke lokasi yang Instagrammable.
Adanya layanan kredit mudah dan sistem “pay later” di berbagai platform e-commerce membuat kecenderungan ini semakin kuat. Gen Z sering terjebak dalam pola belanja yang melebihi kemampuan mereka karena mereka belum sepenuhnya matang dalam manajemen keuangan. Akibatnya, mereka sering mengalami masalah keuangan, seperti utang yang menumpuk atau menunda pembayaran tagihan.
Realitas Finansial dan Kesenjangan Harapan
Gen Z sering kali memiliki ekspektasi yang tidak realistis tentang gaya hidup mereka karena mereka memiliki tingkat gaji yang tinggi. Mereka mungkin kesulitan memenuhi kebutuhan dasar mereka, tetapi mereka ingin terlihat kaya dan mapan. Kemampuan finansial mereka untuk mencapai gaya hidup yang ideal sangat jauh dari harapan mereka.
Sebuah studi menemukan bahwa Gen Z lebih cenderung mengalami kecemasan keuangan daripada generasi sebelumnya. Mereka menghadapi biaya hidup yang semakin meningkat, seperti pendidikan, perumahan, dan kesehatan, yang tidak sebanding dengan kenaikan pendapatan mereka. Di sisi lain, tekanan media sosial untuk tetap terlihat “berkelas” membuat mereka merasa harus mengikuti mode konsumerisme yang tidak selalu murah.
Kesimpulan
fenomena gengsi di kalangan Generasi Z (Gen Z) yang sering kali tidak sejalan dengan kondisi finansial mereka. Gen Z, yang tumbuh dalam era digital dan terbiasa dengan media sosial, cenderung ingin menampilkan gaya hidup mewah yang sering kali tidak mampu mereka penuhi. Pengaruh dari influencer dan selebriti di media sosial mendorong mereka untuk membeli barang-barang mewah sebagai simbol status, meskipun keuangan mereka terbatas.
Seringkali, gaya hidup konsumtif ini diperparah oleh kemudahan akses kredit dan sistem “bayar nanti” di platform e-commerce, sehingga banyak dari Gen Z yang terjebak dalam pola belanja berlebihan dan berujung pada masalah finansial seperti utang. Gen Z memiliki ekspektasi tinggi terhadap gaya hidup mereka, namun kenyataannya mereka sering kali kesulitan memenuhi kebutuhan dasar dan menghadapi tekanan ekonomi yang semakin besar.
Selain itu, artikel ini juga menyoroti bahwa Gen Z lebih rentan mengalami kecemasan finansial dibandingkan generasi sebelumnya, terutama karena biaya hidup yang meningkat tidak sebanding dengan pendapatan yang mereka peroleh
Penulis: Muhammad Jundan
Editor: Diah Ayu
Comments