Frugal living atau gaya hidup hemat menjadi topik yang semakin banyak dibahas, terutama di kalangan generasi muda yang sedang mencari cara untuk mengelola keuangan secara lebih bijak. Istilah ini menggambarkan pola hidup yang fokus pada pengeluaran minimal, memilih kebutuhan daripada keinginan, dan memprioritaskan tabungan atau investasi. Namun, apakah hidup hemat ini benar-benar membuat kaya atau malah mengarah pada perilaku pelit?

Frugal living bukan sekadar hidup hemat atau murah, tetapi lebih tentang pengelolaan keuangan yang bijak dengan tujuan jangka panjang. Orang yang menjalani gaya hidup frugal cenderung memprioritaskan hal-hal yang dianggap penting, seperti pendidikan, investasi, atau pengalaman hidup, dan mengurangi pengeluaran pada hal-hal yang dianggap tidak esensial. Misalnya, lebih pilih masak daripada makan di restoran, atau membeli barang bekas yang masih berkualitas daripada barang baru dengan harga mahal.
Hidup hemat, seseorang bisa menabung lebih banyak dan memanfaatkan uang tersebut untuk hal-hal yang produktif, seperti investasi atau bisnis. Hal ini dapat diintegrasikan dengan manajemen komunikasi bisnis yang efektif untuk menciptakan efisiensi yang lebih besar dalam organisasi. Dengan membuat anggaran yang jelas untuk pengeluaran komunikasi, perusahaan dapat mengidentifikasi saluran yang paling cost-effective, seperti menggunakan email dan aplikasi pesan instan alih-alih rapat tatap muka yang memerlukan biaya perjalanan.
Selain itu, mendengarkan secara aktif dalam komunikasi bisnis membantu memahami kebutuhan dan kekhawatiran klien, memungkinkan perusahaan untuk menghindari pengeluaran yang tidak perlu terkait dengan produk atau layanan yang tidak relevan. Penyampaian pesan yang jelas dan ringkas, serta penggunaan teknologi digital untuk kolaborasi, tidak hanya meningkatkan produktivitas tetapi juga menghemat waktu dan sumber daya. Dengan menetapkan kebijakan komunikasi yang efektif, perusahaan dapat meminimalkan kesalahpahaman dan konflik yang dapat berujung pada biaya tambahan. Oleh karena itu, menggabungkan prinsip frugal living dengan manajemen komunikasi yang strategis membantu organisasi untuk tidak hanya menghemat biaya, tetapi juga meningkatkan hubungan internal dan eksternal.
Garis tipis antara frugal living dan perilaku pelit
Beberapa organisasi atau orang yang terlalu terobsesi dengan hidup hemat mungkin terjebak dalam ekstrem, dimana mereka enggan membelanjakan uang bahkan untuk hal-hal yang diperlukan atau mendukung kualitas hidup mereka. Misalnya, menolak membayar untuk perawatan kesehatan yang penting atau selalu mencari yang paling murah tanpa mempertimbangkan kualitas. Pada dasarnya, frugal living berbeda dengan pelit. Orang yang pelit cenderung menahan pengeluaran dengan cara yang ekstrem, bahkan pada hal-hal yang esensial, dan sering kali tidak mau berbagi dengan orang lain. Sementara itu, penganut frugal living biasanya tetap mau mengeluarkan uang untuk hal-hal yang benar-benar penting dan memberi nilai jangka panjang. Nah, sobat MinSik biasanya mereka juga cenderung memiliki filosofi untuk menggunakan uang secara bijak, bukan hanya menahan pengeluaran tanpa alasan yang jelas. Jadi kata pepatah “Hemat Pangkal Kaya” itu benar adanya, lho.
Penulis: Aulia Ramadhani
Editor: Maya Maulidia
Comments