Komunitips

Media Sosial, Kedermawanan dan Voluntarisme

Christian Fuchs (2016) pernah bilang, mudah menganggap Facebook kurang mengasingkan daripada pembangkit listrik tenaga nuklir yang mencemari sungai atau danau. Media sosial bisa mengeksploitasi dan memonitor kita, tapi dengan senang kita menggunakannya. Padahal bahayanya lebih dari berenang dan minum di danau yang terkontaminasi nuklir. Kerusakan yang disebabkan oleh alienasi digital kurang disadari karena tidak langsung, dimediasi, jangka panjang, dan tidak mudah terlihat.

Tapi apakah tidak ada kebaikan sama sekali di sana? Sebagai media, atau alat, pada baik buruk akhirnya bergantung pada si pengguna. Coba lihat penggunaan media sosial untuk mengekspresikan kedermawanan, voluntarisme (kerelawanan)—dalam membantu yang lemah—hingga (secara instan) digunakan untuk mengorganisasi pengumpulan bantuan sosial. Kita banyak melihat aksi-aksi sosial dilakukan anak-anak muda melalui beragam platform media sosial. Aksi ini bukan hanya untuk keperluan yang bersifat massal seperti korban bencana alam, tapi juga dalam bentuk sedekah atau bantuan untuk individu tertentu yang (dianggap) kesulitan bangkit dari kesulitan.

‘’Twitter do your magic!’’ Pernah membaca kalimat ini di twitter? Biasanya diikuti dengan kultwit atau thread yang mendekskripsikan perjuangan seseorang mencari nafkah di usia tak lagi muda dan butuh bantuan sekitar untuk survive. Ia mungkin seorang pedagang makanan atau barang-barang tertentu agar bisa menyambung hidup. Atau pengemudi ojek online yang berusia lanjut, hidup sendiri, dan motornya sudah tidak lagi layak. Kadang kisahnya sedemikian panjang dan menyentuh.  Umumnya, si pengunggah kisah meminta netizen menyumbangkan sebagian rezekinya untuk meringankan beban orang dimaksud. Ada yang menggunakan pihak tertentu untuk mengorganisasi bantuan—seperti www.kitabisa.com –tak sedikit yang melakukannya sendiri, atau membuat tim kecil. Umumnya, bantuan terkumpul dalam waktu relatif singkat, dan netizen akan menyaksikan pertanggungjawaban dana bantuan dalam bentuk reality show berikutnya.

Maka dalam konteks demikian, medsos memperlihatkan kerelawanan, kesediaan membantu, kedermawanan, saling percaya si pemberi informasi/pengelola dana dengan netizen, dan …serangkaian kisah inspiratif. Dahsyat? Ya. Jadi, kamu bisa pilih jalan baik dan maslahat, bukan?  Tentu tak apa memanfaatkannya untuk hiburan atau personal branding. Hindari menggunakan media sosial untuk menghina, menjatuhkan, menyebar hoaks atau fitnah sesama.

Ditulis oleh : Nanang Haroni

komuniasik@gmail.com

Menikmati Hidup di Era Digital, Mangkinkah?

Previous article

Puasa Media Sosial

Next article

Comments

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *