Kita sering mendengar pepatah bahwa komunikasi adalah kunci dalam sebuah hubungan kan? Ketika komunikasi baik, maka hubungan cenderung baik, sedangkan ketika komunikasi buruk, hubungan pun dapat terancam. Kalian pernah ngerasa gak sih berada dalam suatu hubungan yang tiba-tiba gak nyaman? Terkadang, permasalahannya adalah kesalahpahaman akibat komunikasi yang kurang baik. Nah pertanyaannya, apakah sebenarnya komunikasi bisa menjadi deal breaker?
Nah, sebelum kita jawab, kita pahami dulu apa itu “deal breaker”. Dilansir dari lifestyle.kompas.com, Deal Breaker merupakan perilaku yang tidak dapat diterima yang bisa menghancurkan hubungan. Ini bisa terjadi dalam berbagai jenis hubungan, seperti pertemanan, hubungan keluarga, kerja, dan juga hubungan asmara.
Ketika berbicara hubungan, biasanya yang mungkin terlintas dalam pikiran kita adalah cinta, kepercayaan, dan kesetiaan. Tapi, ada faktor penting lain yang sering terabaikan, yaitu komunikasi. Komunikasi yang buruk dapat memicu konflik yang tidak perlu dan membuat kedua pihak merasa tidak dihargai. Misalnya, dalam hubungan asmara, ketidakjelasan dalam berbicara atau kurangnya komunikasi emosional dapat menyebabkan ketidakpastian dan rasa tidak aman. Dalam persahabatan, komunikasi yang tidak efektif dengan tujuan ingin menjaga perasaan sahabat, justru membuat teman merasa diabaikan lalu menjauh. Bahkan dalam konteks profesional, kurangnya komunikasi yang baik dapat mengganggu produktivitas dan kerja sama dalam tim.
Ketika kita mulai merasa tidak nyaman dalam hubungan, kita cenderung untuk tidak mengungkapkan perasaan atau pemikiran kita dengan jujur. Kita merasa takut akan pertentangan atau bahkan takut melukai perasaan pasangan. Tapi, secara tidak sadar, menyimpan perasaan dan pemikiran kita justru akan merusak hubungan tersebut. Misalnya hubungan keluarga yang tidak hanya terikat darah, tetapi juga terpaut dalam ikatan emosional, tidak sedikit dari kita merasa segan dan menyembunyikan apa yang kita rasakan, sedangkan mereka bukan pembaca pikiran, jadi bagaimana mereka bisa mengerti perasaan kita? Hal tersebut juga mungkin akan menyulitkan kita saat terjadi konflik di kemudian hari. Lalu pasangan, kita sadari bahwa mereka adalah orang asing yang datang ke dalam kehidupan kita, ibaratnya kita dan pasangan adalah partner yang sedang menjalankan kerja sama. Jadi, ketika komunikasi kita kurang baik, maka konflik lah yang akan timbul. Begitu pula dengan hubungan teman atau sahabat.
Penting diingat bahwa komunikasi bukan hanya tentang berbicara, melainkan juga mendengar.
Masih ingat dengan salah satu perspektif komunikasi menurut Stuart Hall? ada yang namanya The Encoding-Decoding Paradigm, yaitu perspektif yang menekankan bahwa komunikasi merupakan deskripsi dari proses transfer informasi melalui code dan code itu berada dalam sistem satuan tanda-tanda yang telah mempunyai makna tertentu, hal ini berarti didalamnya ada proses encoding (pengkodean) dan decoding (penafsiran). Dalam konteks ini, hal terpenting adalah bagaimana pembicara dan pendengar berada dalam “kode” yang sama. Di sinilah seni berbicara dan seni mendengarkan memiliki peran krusial. Mendengarkan bukan hanya sekedar menunggu giliran berbicara, melainkan upaya untuk memahami dan menghargai apa yang dikatakan oleh orang lain.
Dalam situasi-situasi seperti itu, sering kali kita acuhkan satu hal penting, yaitu kemampuan untuk benar-benar mendengar dengan hati. Kita seringkali terlalu fokus pada diri kita sendiri, memikirkan reaksi atau tanggapan kita sendiri, sehingga kita melewatkan kesempatan untuk sepenuhnya mengerti apa yang orang lain sedang sampaikan. Akibatnya, komunikasi seringkali berakhir dengan kebingungan, kesalahpahaman, dan perasaan orang lain yang merasa diabaikan atau tidak didengarkan.
Jadi, komunikasi yang baik adalah fondasi dari relationship atau hubungan yang sehat. Jika kita ingin menjaga hubungan kita tetap baik dan erat, kita harus berupaya untuk menghindari celah-celah yang bisa merusaknya. Dengan berbicara dan mendengar yang baik, kita bisa menghindari deal breaker yang tersembunyi dan menjaga hubungan kita tetap bahagia. Jadi, komunikasi bisa saja mejadi deal breaker dalam hubungan, tapi menghindarinya lebih baik bukan?
Penulis : Melba Zahrani
Editor : Awwaludin Arif Safa’at
Referensi:
Alo, Liliweri. 2011. Komunikasi: Serba Ada Serba Makna. Jakarta : Kencana.
Comments