Kesehatan mental dan kesehatan fisik mempunyai pengaruh satu sama lain, artinya jika mengalami gangguan pada mental, itu akan mempengaruhi kualitas kesehatan fisik maupun produktivitasnya. Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization (WHO)) mengatakan bahwa kesehatan mental merupakan kondisi dimana seseorang dapat mewujudkan keinginannya melalui kemampuan untuk berfikir secara kritis, mengelola pikiran dengan wajar, serta bekerja secara produktif.
Kesehatan mental sudah harus dipahami sedari masa kanak-kanak, remaja, maupun dewasa. Kesehatan mental juga tidak hanya mencakup tentang kesejahteraan psikologis saja, tetapi juga mencakup kesejahteraan sosial maupun emosional. Memiliki kesehatan mental yang baik berguna agar nantinya dapat berkembang dengan cara yang sehat, beradaptasi dengan perubahan, membantu mengelola stres, juga membantu menyelesaikan masalah-masalah kehidupan dengan baik.
Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization (WHO)) mengatakan bahwa 1 dari 4 remaja di usia 16-24 tahun menderita gangguan kesehatan jiwa. Tim Divisi Psikiatri Anak dan Remaja, Fakultas Kesehatan di Universitas Indonesia juga menemukan penelitian bahwa banyak remaja Indonesia pada usia transisi remaja menuju dewasa yaitu pada usia 16-24 tahun, banyak dari mereka mengalami kesulitan ketika mendapatkan tantangan beradaptasi dengan lingkungan yang berubah, serta kesulitan untuk mengatur waktu dan uang.
Riset tersebut telah dilakukan melalui survey online pada remaja di periode transisi yaitu 16-24 tahun, terutama pada mahasiswa tahun pertama, yang bertujuan untuk memetakan keresahan mental pada remaja Indonesia. Dari riset tersebut, mengatakan bahwa sebanyak 95,4% pernah mengalami gangguan kecemasan (anxiety), kemudian sebanyak 88% mengatakan mereka pernah mengalami gejala depresi saat menghadapi permasalahan yang muncul di usia ini. Dan dari seluruh responden, sebanyak 96,4% mengatakan bahwa mereka kurang memahami cara untuk mengatasi stres akibat menghadapi permasalahan yang sering mereka hadapi. Permasalahan- permasalahan yang biasanya terjadi pada usia ini misalnya, harus menjelajahi lingkungan baru dan budaya baru secara tiba-tiba, kemudian mendapatkan lingkaran pertemanan yang semakin luas, juga tuntutan pendidikan atau karier yang semakin berat.
Dalam riset tersebut juga mengatakan terdapat beberapa penyelesaian masalah yang paling sering dilakukan yaitu, 98,7% dengan bercerita, 94,1% menghindari masalah, dan 89,8% mencari informasi tentang cara mengatasi masalah dari internet, 51,4% dengan menyakiti diri sendiri, dan bahkan 57,8% menjadi putus asa sampai ingin mengakhiri hidup.
Dari permasalahan-permasalahan yang terjadi, untuk membantu remaja yang ada di periode transisi ini diperlukan adanya intervensi yang lebih baik agar mereka dapat lebih mengenali masalah yang terjadi, memahami bagaimana cara mengatasi stres, juga mempunyai ketahanan mental yang baik.
Berbagai layanan di fasilitas kesehatan umum harusnya bisa memberikan perhatian serta dukungan lebih kepada remaja di usia transisi ini. Utamanya, fasilitas kesehatan umum harus bisa menjamin kerahasiaan, terbuka dalam mendengarkan masalah-masalah yang terjadi, juga tidak menghakimi.
Karena pada usia transisi ini sebagian remaja menempati Institusi Pendidikan Tinggi, maka seharusnya tempat tersebut sudah mulai memberikan layanan konsultasi maupun kampanye pentingnya kesehatan mental pada usia transisi ini.
Kesehatan mental sudah harus dipahami sedari masa kanak-kanak, remaja, maupun dewasa. Kesehatan mental juga tidak hanya mencakup tentang kesejahteraan psikologis saja, tetapi juga mencakup kesejahteraan sosial maupun emosional. Memiliki kesehatan mental yang baik berguna agar nantinya dapat berkembang dengan cara yang sehat, beradaptasi dengan perubahan, membantu mengelola stres, juga membantu menyelesaikan masalah-masalah kehidupan dengan baik.
Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization (WHO)) mengatakan bahwa 1 dari 4 remaja di usia 16-24 tahun menderita gangguan kesehatan jiwa. Tim Divisi Psikiatri Anak dan Remaja, Fakultas Kesehatan di Universitas Indonesia juga menemukan penelitian bahwa banyak remaja Indonesia pada usia transisi remaja menuju dewasa yaitu pada usia 16-24 tahun, banyak dari mereka mengalami kesulitan ketika mendapatkan tantangan beradaptasi dengan lingkungan yang berubah, serta kesulitan untuk mengatur waktu dan uang.
Riset tersebut telah dilakukan melalui survey online pada remaja di periode transisi yaitu 16-24 tahun, terutama pada mahasiswa tahun pertama, yang bertujuan untuk memetakan keresahan mental pada remaja Indonesia. Dari riset tersebut, mengatakan bahwa sebanyak 95,4% pernah mengalami gangguan kecemasan (anxiety), kemudian sebanyak 88% mengatakan mereka pernah mengalami gejala depresi saat menghadapi permasalahan yang muncul di usia ini. Dan dari seluruh responden, sebanyak 96,4% mengatakan bahwa mereka kurang memahami cara untuk mengatasi stres akibat menghadapi permasalahan yang sering mereka hadapi. Permasalahan- permasalahan yang biasanya terjadi pada usia ini misalnya, harus menjelajahi lingkungan baru dan budaya baru secara tiba-tiba, kemudian mendapatkan lingkaran pertemanan yang semakin luas, juga tuntutan pendidikan atau karier yang semakin berat.
Dalam riset tersebut juga mengatakan terdapat beberapa penyelesaian masalah yang paling sering dilakukan yaitu, 98,7% dengan bercerita, 94,1% menghindari masalah, dan 89,8% mencari informasi tentang cara mengatasi masalah dari internet, 51,4% dengan menyakiti diri sendiri, dan bahkan 57,8% menjadi putus asa sampai ingin mengakhiri hidup.
Dari permasalahan-permasalahan yang terjadi, untuk membantu remaja yang ada di periode transisi ini diperlukan adanya intervensi yang lebih baik agar mereka dapat lebih mengenali masalah yang terjadi, memahami bagaimana cara mengatasi stres, juga mempunyai ketahanan mental yang baik.
Berbagai layanan di fasilitas kesehatan umum harusnya bisa memberikan perhatian serta dukungan lebih kepada remaja di usia transisi ini. Utamanya, fasilitas kesehatan umum harus bisa menjamin kerahasiaan, terbuka dalam mendengarkan masalah-masalah yang terjadi, juga tidak menghakimi.
Karena pada usia transisi ini sebagian remaja menempati Institusi Pendidikan Tinggi, maka seharusnya tempat tersebut sudah mulai memberikan layanan konsultasi maupun kampanye pentingnya kesehatan mental pada usia transisi ini.
Penulis: Hafifah Aulia
Comments