Setelah PD2, arena konflik antara negara adikuasa itu sudah ditinggalkan dan dipindahkan dari peperangan secara militer ke peperangan propaganda yang tidak telalu banyak memakan korban seperti halnya peperangan melalui militer. Bukan tanpa alasan arena pertempuran itu dipindahkan, dengan banyaknya korban yang berjatuhan juga membuat sumber daya manusia di dalam militer menjadi berkurang. Selain itu ketika saat menyelesaikan konflik secara tawar menawarpun juga dominan di sebagian masyarakat di negara yang menerima sistem pemerintahan demokratis (Djelantik, 2008: 13).
Kata propaganda berasal dari bahasa latin propagare yang secara etimologi adalah menyebarluaskan. Namun seiring perkembangannya zaman, kalimat ini berubah menjadi suatu hal yang negatif. Padahal di awal pekembangannya propaganda menjadi topik yang penting untuk dibahas, hingga pada 1940-an kalimat ini menghilang dan digantikan oleh Komunikasi Massa (mass communication). Dalam pengertian ilmu komunikasi, propaganda memiliki tujuan pada kegiatan satu arah. Sehingga propaganda adalah suatu persuasi yang dilakukan secara massal. Hubungan antara propaganda dengan media adalah hal yang umum karena dibalik propaganda sebagai pemikirannya serta media sebagai alat untuk mengeksekusinya menjadi hal yang sangat efektif. Menurut Nancy Snow (2003), propaganda memiliki tiga karakteristik. Pertama merupakan komunikasi yang direncanakan mengubah sikap seseorang yang menjadi target. Kedua dilakukan untuk kepentingan orang tertentu. Ketiga informasi one way (satu arah).
Pada setelah masa kependudukan AS di Irak yang berlangsung hingga 5 tahun, media massa mulai berubah. Disaat pasukan AS memasuki kependudukan Irak, Media beramai-ramai memberitakan kehebatan AS dalam mengatasi konflik di Irak, akan tetapi setelah itu berbanding terbalik dengan yang diberitakan sebelumnya, seperti akibat peperangan yang diderita baik AS maupun wara Irak sendiri, serta kerugian yang diterima akibat peperangan tersebut membuat media menjadi mengikuti tekanan publik maupun politik. Media tersebut memberitakan kejadian secara real agar masyarakat internasional tau tentang peperangan tersebut, disisi lain media secara tidak langsung juga memberitahukan bahwa AS telah gagal di Timur Tengah yang merupakan salah satu propaganda kubu Demokrat untuk memojokan rival utamanya di ajang pemilu. Al Jazeera pun juga meliput fenomenainvasi AS dan sekutunya ke Irak. Media televisi satelit yang berbahasa Arab ini juga memberikan beberapa dokumentasi maupun tayangan eksklusif tentang aksi bombardir yangberdampak buruk bagi Irak. Ketika media-media barat memberitakan tentang kecanggihan senjata militer yang modern, Al Jazeera menayangkan kejadian yang mengerikan dari perang yang berdampak pada masyarakat sipi, anak-anak, trauma yang berkepanjangan serta kematian yang mengenaskan.
Sejak awal mengenai pemberitaan Perang Irak, terdapat dua sisi mengenai pemberitaan tersebut, media barat seperti CNN, Fox, NBC di sisi lainnya itu Al Jazeera yang sedari awal mempunyai sikap tertentu. Kolumni New York Times, Tom Friedman, mengkritik Al Jazeera dengan dalih Al Jazeera ssebagai media televisi yang hanya melayani publik Timur Tengah, seperti berita kemenangan Saddam Hussein serta kekalahan pasukan sekutu AS. Namun yang dikatakan Friedman juga berlaku bagi media AS. Media AS juga tidak berani melawan arus publiknya sendiri yang pro terhadap pemerintahannya. Ada saat dimana kasus pemecatan NBC terhadap Peter Arnett yang diwawancarai oleh TV Irak dikarenakan merugikan publik AS. Ini membuktikan bahwa di zaman ini yang menguasai informasi, maka dia akan menguasai dunia.
Peristiwa World Trade Centre di New York, 11 September 2001, telah menjadikan awal mula AS untuk melakukan strategi terhadap Irak yang sebagai korban justifikasi bagi AS untuk melawan terorisme dan hasilnya kemenangan diplomatik didapatkan oleh AS setelah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan No. 1373 yang artinya perang terhadap terorisme. Propaganda yang dilakukan AS telah menjadikan opini seperti fakta bagi masyarakat internasional. Media massa turut andil dalam mempopulerkan isu terorisme. Oleh karena itu, sangat efektif bila Media Massa dijadikan sebagai alat propaganda dalam membentuk opini publik.
Kesimpulan
Dalam hal ini propaganda yang dilakukan oleh AS tehadap Irak melalui media massa sangat efektif. Terdapat dua bentuk propaganda intrrnasional, pertama pelibatan media massa melalui penanaman jurnalis ke sebuah media. Karena hal ini media seringkali “ disusupi” untuk kepentingan propaganda. Kedua, keterlibatan serta persetujuan media massa itu sendiri, seperti dukungan lima kondisi (besaran, kepemilikan, iklan, narasumber dantekanan tidak formal).
Penulis: Rafly Alhafidz Editor: Ahmad Ripai
Comments