Bicara tentang kehidupan di Jakarta, mungkin tidak semua orang tahu bagaimana kehidupan sebenarnya di setiap sudut ibu kota. Jakarta telah menjadi ibu kota yang selalu identik dengan segala hal modern, kemajuan teknologi serba cepat dan ingar bingar di setiap sudutnya. Terlepas dari semua itu, Jakarta memiliki wajah-wajah lain yang sangat jarang diketahui oleh publik. Wajah-wajah lain dari Jakarta itulah yang justru memiliki berjuta cerita pahit getirnya menjalani hidup di ibu kota.
Jakarta Utara, menjadi salah satu bagian dari ibu kota yang memiliki cerita tersendiri di setiap sudutnya. Salah satu sudutnya yaitu Cilincing, menjadi sudut utara ibu kota yang jelas memperlihatkan bagaimana keras dan getirnya hidup di Jakarta. Di wilayah Cilincing, Jakarta Utara terdapat sebuah kampung nelayan yang biasa disebut Kampung Nelayan Cilincing. Kampung Nelayan Cilincing merupakan sebuah perkampungan di daerah Cilincing, Jakarta Utara yang mayoritas penduduknya adalah nelayan. Kampung Nelayan Cilincing ini dipadati oleh penduduk asli maupun pendatang dari luar Jakarta yang telah menetap selama puluhan tahun sebagai nelayan tradisional.
Meski Kampung Nelayan Cilincing ini berada di Jakarta yang juga masih bagian dari ibu kota, namun keadaannya sangat berbeda dengan Jakarta yang identik dengan kota metropolitan. Puluhan bahkan ratusan perahu tradisional yang selalu menghiasi Kampung Nelayan Cilincing ini. Perahu-perahu itulah yang menjadi satu-satunya alat bagi para nelayan di sana untuk bekerja, bahkan juga dijadikan sebagai tempat tinggal untuk para nelayan yang sudah tak lagi bisa membayar biaya sewa rumah.
Bertahan menjadi nelayan tradisional di Jakarta bukanlah hal yang mudah. Bagi para nelayan di Cilincing, untuk bisa bertahan hingga saat ini mereka harus menerjang badai kehidupan setiap harinya. Bagaimana tidak, para nelayan di Cilincing ini hanyalah nelayan tradisional yang mengandalkan alat-alat tradisional hasil buatannya sendiri. Tak hanya itu, kondisi laut yang semakin hari semakin memburuk juga terus menjadi badai bagi para nelayan di Cilincing.
Sejak akhir tahun 1990an, laut Jakarta telah berubah menjadi hitam. Laut hitam Jakarta ini disebabkan oleh tercemarnya dari berbagai limbah, terutama limbah industri. Limbah-limbah inilah yang membuat keadaan laut Jakarta semakin memburuk setiap tahunnya. Semakin buruknya kualitas laut Jakarta tidak hanya mengancam kehidupan ikan serta makhluk hidup lainnya yang hidup di laut, namun juga mengancam kehidupan para nelayan di Cilincing.
Sejak laut Jakarta tercemar oleh limbah, penghasilan para nelayan terus menurun. Hasil tangkapan yang sedikit dan kualitas ikan yang juga semakin menurun akibat telah terdampak oleh limbah, membuat semakin sulit untuk bertahan hidup sebagai nelayan tradisional di Jakarta. Modal yang dikeluarkan oleh para nelayan untuk membeli solar, bahan makanan dan lainnya jauh lebih besar dari pada hasil penjualan ikan yang di dapat. Terlebih saat inipun harga bahan bakar telah meningkat yang membuat para nelayan semakin merugi tiap kali harus pergi melaut.
Meski para nelayan merasa telah teramat sulit untuk menjadi nelayan, mereka tetap memilih bertahan hidup di Kampung Nelayan Cilincing. Menurut para nelayan ini, sudah tak ada lagi pekerjaan yang bisa mereka dapatkan. Sudah sejak lama juga mereka selalu menggantungkan hidupnya pada hasil laut. Mau tidak mau mereka harus tetap berjuang menerjang badai kehidupan untuk tetap bertahan hidup sebagai nelayan tradisional di Jakarta.
Keberadaan Kampung Nelayan Cilincing di Jakarta telah mematahkan apa yang selama ini telah menjadi keidentikan ibu kota yang penuh dengan gemerlapnya. Para nelayan di Cilincing memberikan gambaran nyata betapa pahitnya kehidupan di Jakarta. Merekalah orang-orang hebat yang mampu terus berjuang dan bertahan melawan kepahitan hidup di ibu kota. Harapan para nelayan di Kampung Nelayan Cilincing ini semua sama, mereka ingin laut kembali bersih. Mereka pun berharap pemerintah dapat melindungi dan membantu memperjuangkan kehidupan nelayan-nelayan tradisional dengan menindak tegas pihak-pihak yang terlibat dalam pencemaran laut. Tak ada yang diharapkan lagi oleh para nelayan selain menggantungkan hidupnya pada laut.
Penulis: Haydar Alwi
Editor: Amalia Riskiyanti
Comments