Senin, 16/10/23 – 07.54 WIB
Nama Jessica Kumala Wongso dan Mirna Salihin hari ini kembali menjadi buzzword di sosial media dan khalayak Indonesia. Kasus Kopi Sianida yang terjadi di permulaan 2016, saat rekan-rekan yang hari ini masih bersekolah atau menjalani kuliah mungkin masih anak-anak atau remaja saat kejadian ini terjadi. Dianggap sebagai The Trial of the Century dan setara dengan kasus O.J Simpson di Amerika, Netflix berhasil merangkul Rob Sixsmith sebagai Sutradara ICE COLD: Murder, Coffee, and Jessica Wongso menyajikan kembali kasus ini menjadi lebih segar dan membawakan kembali nuansa 2016 di mana hampir seluruh ruang diskursus publik jadi Hakim yang mengadili tokoh-tokoh dalam kejadian tersebut.
Bermodalkan Premis sederhana, Pemecahan kasus yang melibatkan Jessica, 27 tahun, yang merupakan teman Mirna ketika kuliah di Australia. Bersama seorang teman bernama Hani, mereka bertiga bertemu dan minum di Kafe Olivier, Grand Indonesia, pada 6 Januari. Namun, setelah meminum kopi Vietnam, Mirna meninggal dunia. Berdasarkan uji laboratorium, polisi memastikan ada racun sianida di kopi yang diminum Mirna. Ribuan penonton lagi-lagi dibuat gaduh dengan rilisnya Film Dokumenter ini. Mendapat skor 6.1/10 dari IMDB dan berhasil menempati peringkat 1 dari Top 10 in Netflix Indonesia menjadi bukti bahwa hype dari film tidak main-main di berbagai sosial media, mulai dari konten-konten Youtube atau Tiktok yang kembali meninjau fakta-fakta terbaru dari Kasus Kopi Sianida atau Jessica Mirna ini.
Setelah hampir kurang lebih 2 minggu dari rilis-nya dokumenter ini (per 12 October 2023), berbagai pandangan dan respons dari para tokoh yang terlibat kembali dihadirkan, dan yang paling mencengangkan merupakan respons dari salah satu tokoh utama dari kasus atau dokumenter ini, yakni ayah dari mendiang Mirna Salihin, yakni Edi Darmawan Salihin, yang memberikan tanggapan sinis pasca kembali diungkitnya kasus yang melibatkan anaknya sebagai korban dan sahabat korban (Jessica Wongso), dalam wawancaranya bersama Karni Ilyas di kanal Youtube Karni Ilyas Club, dalam Video yang berjudul JESSICA DIVONIS MEMBUNUH MIRNA. AYAH MIRNA: “HAPPY ENDING, I WIN!”, Edi Darmawan mengeluarkan statement yang cukup kontroversial di mana dia menghimbau untuk tidak terpancing oleh provokasi Netflix dan menyatakan ada yang janggal dengan pembuatan Dokumenter tersebut.
Rob Sixsmith sebagai Sutradara, bukan sekali dua kali membuat dokumenter bertemakan Crime dan Thriller, pada tahun 2021 ia juga menyutradarai film dokumenter bertemakan kriminal, namun dari Korea Selatan bertajuk The Raincoat Killer: Chasing a Predator in Korea (2021). Rob sering kali memainkan persepsi masyarakat dalam hal ini, keyakinan mereka pada suatu tindak pidana atau kejahatan yang terjadi pada suatu kasus, bukan sepele, hingga ayah Mirna yang merasa menang karena telah meyakinkan hakim dan seluruh rakyat Indonesia pada saat itu karena berhasil memenjarakan mirna, bak disapu badai karena seorang sutradara asing berhasil memutar balik persespsi kita.
ICE COLD: Murder, Coffee, and Jessica Wongso dihadirkan kembali dengan nuansa yang sama persis, di mana Rob sampai akhir dokumenter sama sekali tidak memberikan konklusi yang gamblang, dan seolah meletakkan penonton selama durasi film ini berlangsung dalam sebuah ruang sidang di mana penonton dipaparkan dengan dialog dari sang penggugat yakni ayah Mirna (Edi Darmawan), diiringi kesaksian ahli, baik ahli hukum, ahli forensik, sampai ahli Psikologi, penyertaan bukti-bukti mulai bukti pesan singkat (SMS) Jessica dan Mirna hingga diary dari Jessica Mirna, intrik pembatasan atas interview Jessica di Pemasyarakatan Rutan Pondok Bambu. Semua tersaji dengan runut, dan membiarkan kita terkultivasi, terbentuk persepsinya, sebagaimana hakim, karena hakim pada persidangan juga kekurangan bukti, sebagaimana kita penonton kehilangan pecahan puzzle yang hanya membuat kita bersandar pada keyakinan ‘siapa yang bersalah pada kasus ini?’ atau ‘perlukah ada yang bersalah pada kasus ini?’. dalam Teori Komunikasi Massa, yang terjadi pada kita, netizen baik tahun 2016 atau saat ini 2023 adalah efek dari The Cultivation Theory, Teori kultivasi adalah teori efek media yang diciptakan oleh George Gerbner yang menyatakan bahwa paparan media, khususnya televisi, membentuk realitas sosial kita dengan memberikan pandangan yang terdistorsi (Griffin, 2009). Permainan persepsi ini menjadikan kita hakim dadakan selama durasi film bergulir, dan menetapkan vonis bersalah pada siapa pun tokoh atau subyek yang ‘dibentuk’ untuk bersalah.
Mungkin saja media menjadi tokoh yang berpengaruh besar dalam sikap judgmental kita pada kasus ini, sebagaimana Edi Darmawan melakukan agitasi aktif, persuasi yang agresif baik di hadapan media massa atau di hadapan hakim dan juga untuk mempermainkan persepsi penonton. saat ini sepertinya semua persepsi berbaik secara perlahan namun pasti, sama sekali tidak ada bukti kongkrit namun kita bisa melihat gelagat yang negatif dari Edi Darmawan, pembentukan persepsi kita padanya sebagaimana Edi Darmawan melakukan pembentukan persepsi itu kepada Jessica Kumala Wongso sesuai dengan yang kita saksikan pada dokumenter tersebut, semua akan bergantung pada Hakim, dan mungkin saja, pada keadaan yang sebar Viral seperti ini, kita adalah hakim dari kejadian ini, atau kejadian besar lainnya dikemudian hari.
Penulis : Reinita Tri Cahyani
Editor : Salsabilla Ryandi
Comments