Seperti yang sedang ramai saat ini. Dinas pendidikan NTT menerapkan kebijakan untuk masa waktu pembelajaran dimulai dari pukul 5 pagi Wita, kebijakan tersebut dicetuskan oleh Gubernur NTT, Viktor Laiskodat. Beliau menilai bahwa aturan ini dibuat untuk meningkatkan kualitas pendidikan di provinsi NTT.
SMAN 6 Kupang menjadi sekolah yang pertama kali menerapkan waktu masuk sekolah pukul 05.00 WITA bagi para siswa kelas XII. Para siswa mengaku harus tidur dari pukul 20:00 supaya bisa bangun pukul 04:00 keesokan harinya untuk bersiap-siap berangkat sekolah. Begitupun juga dengan orang tua siswa yang mengkhawatirkan kondisi anak-anaknya atas kebijakan ini.
Selain itu memang banyak kalangan menilai aturan masuk sekolah ini dinilai kurang efektif dan berpotensi memberatkan kepada siswa serta tenaga pendidik, karena apabila tidak ditinjau kembali penerapannya, mau nggak mau harus menuruti peraturan tersebut.
Terlihat dari sebuah penelitian akademik internasional ‘Nature Human Behavior (2023)’ yang juga menemukan bahwa terdapat 33.818 dari 39.000 siswa yang mendapatkan kelas pagi, cenderung memiliki nilai yang tidak memuaskan dan membuktikan bahwa jam tidur sangat berpengaruh bagi performa akademik.
Namun setelah mendapatkan banyak kritik dan masukan, aturan tersebut tetap berjalan dan hanya direvisi menjadi tiga puluh menit lebih siang.
Sejalan dengan kebijakan tersebut, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Nusa Tenggara Timur (NTT) Linus Lusi mewajibkan pegawainya masuk kantor pukul 05.30 Wita. Perubahan jam masuk bagi pegawai Disdikbud NTT ini ditujukan sebagai bentuk reformasi birokrasi. Hal ini ditegaskan sebagai bentuk penyelarasan dengan kebijakan yang telah ada sebelumnya, sekaligus menyiapkan staf dinas jika ada kebutuhan mendesak dari sekolah.
Pada hari pertama penerapan aturan tersebut, hampir seluruh pegawainya bisa hadir tepat waktu. Dan meskipun memulai pekerjaan lebih pagi, para pegawai Disdikbud NTT tetap pulang seperti biasanya di pukul 16.00 Wita.
Nah, Tanpa kita sadari hal ini yang rentan menimbulkan kekerasan simbolik dalam institusi pendidikan di negeri ini. Apa sih kekerasan simbolik? Mengapa kebijakan di NTT ini masuk kedalam hal kekerasan. Menurut Pierre Bourdieu “kekerasan simbolik berwujud pada pemaksaan, nilai-nilai persepsi tertentu terhadap kalangan yang terdominasi”.
Kekerasan simbolik bahkan bisa lebih kuat dibandingkan kekerasan Fisik, psikis, maupun verbal, dalam konteks masuk sekolah pukul 5 pagi ini ungkapan simbolik berupa kata “disiplin dan pendisplinan”. Korban kekerasan tak akan merasa dirinya sebagai pihak yang tersakiti karena ada anggapan bahwa “ya emang seharusnya demikian” nantinya siswa yang masuk pukul 7 layaknya jam sekolah Indonesia pada umumnya, sudah dikategorikan kesiangan dan tak bisa lagi melakukan kritik saat dihukum, yang ujung-ujungnya hukuman yang berlabel pendisplinan ini dianggap sebagai suatu hal yang wajar untuk didapatkan oleh peserta didik.
Padahal kenyataannya mereka adalah korban kekerasan dari sistem aturan yang tidak mempertimbangkan aspek kemanusiaan. Banyaknya hal yang berdampak atas kebijakan yang dibuat ini. Sejatinya jika ingin meningkatkan kualitas itu bukan dengan cara meningkatkan kuantitas jam belajarnya, harusnya dengan meningkatkan kualitas tenaga pendidik dengan pelatihan terbaik dan fasilitas pendukung, serta kurikulum yang relevan dengan zaman.
Hal ini terlihat dari fakta negara-negara seperti Finlandia, Jerman, negara yang kualitas peserta didiknya memiliki IQ tertinggi di dunia kuantitas pembelajarannya dimulai dari pukul 8 pagi.
Patut kita hargai atas kebiajakan baru ini, kebijakan ini disebut akan menjadi budaya baru di NTT, namun akan terus dilakukan evaluasi berkelanjutan kedepannya. Pemda setempat juga mengharapkan perubahan berupa revolusi mental akan tercipta dengan adanya kebijakan seperti ini.
Tags:
#Komunikasi
#Komuniasik
#Kebijakanbaru
#NTT
#Sekolah
Tim Editor:
Penulis: Udkhiya Navidza Zahra
Editor: Rafiq Subhi Sahfi
Comments